Skip to main content

Self Reflection

I haven't wrote anything. But will try to write... again.

4 tahun yang lalu, gue menuliskan tentang masa-masa menjadi maba (mahasiswa baru) yang baru saja selesai melaksanakan PKKMB. Hari ini, beberapa teman angkatan 2015 sudah melaksanakan wisuda. Gue belum, semoga tahun depan mendapatkan giliran. Aamiin...

Btw, entah mengapa pukul segini memang enak untuk menjadi sendu. Bukan sendu dalam konotasi negatif, tetapi cenderung ke arah positif. Tiba-tiba, jadi mengenang apa saja yang terjadi selama 4 tahun belakangan ini. Masa-masa di mana gue melepas seragam putih-abu, dan menggantinya dengan pakaian bebas. Malam ini menjadi sebuah renungan terhadap diri sendiri, atas apa yang telah dicapai, kesalahan, kebahagiaan, pertemanan, dan lain sebagainya.

Katanya, kuliah adalah masa terakhir sebelum menghadapi dunia nyata.

Katanya, semakin kita dewasa, kita cenderung menjadi realistis... mematikan cita-cita di dalam diri. Mematikan jiwa anak-anak yang ada di dalam hati.

Entahlah, gue nggak tahu.

Satu hal yang pasti gue tahu adalah, everybody's changing. Gue tahun 2019, berbeda dengan gue tahun 2018. Nggak ada satu manusia pun yang kehidupannya stagnan dan gitu-gitu saja.

Hari ini, gue bertemu 2 teman wanita yang telah dikenal sejak awal menjadi maba di kampus setelah hampir 2 tahun nggak bertemu. Keduanya semakin cantik, semakin anggun, semakin memancarkan aura wanitanya, semakin siap menuju usia emas.

Gue nggak menyangka, 1 teman wanita yang dulunya berada dibalik bayang-bayang karena takut menghadapi sinar matahari, kini menjadi wanita yang siap melindungi orang lain yang masih takut untuk menghadapi matahari. Dia pernah memotong seluruh hubungan pertemanan dengan semua orang, termasuk gue. Ternyata, dia melakukannya bukan karena benci sama gue, tetapi karena dia tidak ingin melibatkan beberapa orang ke dalam permasalahan yang sedang dihadapinya. Kami berdua berpelukan cukup lama tadi. Gue sadar, gue nggak mau kehilangan dia.

Gue nggak menyangka, 1 teman wanita yang lain, kini terlihat jauh lebih wanita. Dengan rambutnya yang dikucir, dan poni khasnya, dia terlihat menawan. Dulu, kami agak canggung. Kami menjadi dekat karena tertarik di dunia yang sama yaitu, seni. Dia adalah seorang seniman muda yang sangat gue kagumi. Bersyukur banget bisa mengenalnya. Setelah hubungan yang agak canggung, akhirnya tadi kami bertemu, dan malah seperti dua kawan lama yang lamaaaaa banget telah berpisah. Kami tertawa terbahak, lepas, tanpa rasa canggung, benar-benar sesuatu yang tanpa gue sadari... sangat gue rindukan.

Di saat wisuda, gue pun tadi menyelesaikan sebuah "masa lalu" yang selama ini masih menghantui gue dengan penuh rasa benci. Gue mengucapkan selamat kepada seseorang, dengan kalimat tambahan, "no hard feeling between us again, okay?" I know, he knows, the meaning behind those words. Selanjutnya, ya sudah, kami berkawan lagi seperti masa-masa awal kuliah. No bad blood, no feeling, no revenge, it starts all over.

Rasanya seperti lebaran, kembali bersih. LOL.

***

Pernah nggak sih, merasakan kalau ada yang salah dengan diri sendiri? Nggak tahu apa yang dimau, disuka, merasa masa depan di hadapan mata akan suram?

Seperti kehilangan jati diri, menjadi linglung. Itulah yang gue rasakan ketika menuju semester akhir (termasuk sekarang ini).

***

Bisa dikatakan, akhir-akhir ini gue banyak mengisolasi diri gue dari peradaban. Aktivitas penuh dan padat, tetapi spare time hanya untuk diri sendiri. Kalaupun ingin hang out, hanya bergaul dengan 1 atau 2 orang (dengan orang yang berbeda-beda, tapi bukan pergi bergerombol).

Gue lebih banyak menghabiskan waktu untuk mencari tahu: "apa yang gue suka sebenarnya? Potensi apa lagi yang ada di dalam diri gue?"

Sebagian besar rutinitias gue lakukan sendirian. Makan ke restoran, olahraga, nonton film, ke toko buku, hampir gue lakukan semua secara sendirian. Menghabiskan banyak waktu sendirian bisa menjadi sebuah bentuk meditasi bagi gue, karena perlahan tapi pasti... gue semakin tahu "siapa diri gue sebenarnya."

Sejak bermeditasi sendiri, gue menjadi tahu kalau:
1. Ternyata gue juga suka warna kuning,
2. Gue suka bau sesudah hujan, tetapi gue benci musim hujan,
3. Lukisan gue semakin bagus, buah hasil latihan rutin,
4. Tingkat kepercayaan diri gue semakin meningkat drastis,
5. Secara tidak langsung menyaring lingkungan pertemanan gue,
6. Warna rambut gue nggak pernah hitam legam,
7. Gue punya trypophobia,
8. Perlu beli hp baru... karena setiap pergi ke tempat estetika, nggak bisa foto pemandangan yang bagus :(

Beberapa teman yang jarang bertemu gue dan akhirnya hari ini bertemu, mereka banyak berkomentar seperti:
Melihat sebuah perubahan di dalam diri gue, menjadi lebih bercahaya (nggak tahu maksudnya) dan pandangan matanya semakin berbinar. Seakan-akan gue telah menemukan sesuatu yang berharga.

Well maybe... I did found something called as "myself". I am a precious woman and I should know that.

Mungkin ini adalah bentuk untuk menuju kedewasaan yaitu, menerima perubahan secara perlahan, mencari jati diri sendiri, menggali berbagai potensi yang terpendam di dalam diri, dan memaafkan kesalahan di masa lalu.

Ada beberapa hal yang belum gue selesaikan tentang pertemanan, dan gue sangat berharap untuk menyelesaikannya di waktu secepat mungkin.

Semoga semua berjalan lancar hingga akhir 2019. Bye!

Comments

Popular posts from this blog

Give and Take

What happens to teenager this day? What happens to Indonesian culture about polite, manner, and grace? It's so pathethic that now we rarely see it in our life. Let's take the easiest samples: 1. Menyela pembicaraan orang. 2. Make fun, laugh, yawn, stared hatefully toward the elders (it can be your lecturer or even your parent). 3. Being ignorance, arrogant. 4. This may be the simpliest sample of all... keluar / masuk ruangan tanpa ijin, main kabur,padahal sebenarnya bisa ijin dulu. etc. Some of the examples above are actually based on my observation in actual life. But then the question is: Can we live without polite, manner, and grace? Sekarang coba kalau dibalik. Kita jadi orang yang mendapatkan perlakuan yang tidak sopan. You feel uncomfortable, angry, sad, and insecure, don't you? Is that good? How can we have polite, manner, and grace? Well, I'm kind of person that believe in "Give and Take". Give and take is actually hands that help each oth...

Two Worlds Collide

So I was listening to this song last night. Pretty old, it was from Demi Lovato's first album, Don't Forget. The lyrics really got me... Well probably, now I'm on Demi's phase back then when she was really insecure with her self... *** "Two Worlds Collide" She was given the world So much that she couldn't see And she needed someone to show her, Who she could be. And she tried to survive Wearing her heart on her sleeve But I needed you to believe You had your dreams, I had mine. You had your fears, I was fine. You showed me what I couldn't find, When two different worlds collide. La dee da dee da She was scared of it all, watching from far away. She was given a role, never knew just when to play. And she tried to survive Living her life on her own Always afraid of the throne But you've given me strength to find home. You had your dreams, I had mine. You had your fears, I was fine. You showed me what I couldn't find, When...

GIVE. and. TAKE.

GIVE and TAKE. Kata-kata yang terus saya ingat sejak kecil. Yup. Mama memang sering banget mengatakan ini. Saya memang sempat bingung dengan makna kata ini. Tapi, seiring berjalannya waktu, seiring dengan saya yang tumbuh dan berkembang... I think I get it. Menurut saya... Makna Give and Take adalah... Kita diciptakan sebagai manusia itu tidak sempurna. Setiap individu pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri. Dan kita itu adalah makhluk sosial, selalu ingin bergaul dan bermasyarakat, zoon politicon kata Aristoteles. Manusia itu diciptakan untuk saling melengkapi kekurangannya. Lalu pertanyaannya adalah bagaimana cara kita semua saling melengkapi kekurangan masing-masing? Jawabannya adalah, GIVE. Coba deh, kita jangan selalu melihat ke atas. Coba lihat orang-orang yang mempunyai kekurangan dari kita. Baik kekurangan fisik, materi, apalah itu. Dengan begitu, kita pasti jadi lebih bersyukur sama apa yang kita punya. Karena itu pula, kita dengan tulus pasti akan m...

Sarkas

Mungkin memang saya yang terlalu baik, saya yang bodoh, saya yang terlalu naif, dan saya yang selalu berpikir optimis. Semua ucapan orang yang memperingatkan agar selalu hati-hati... Saya abaikan. Saya mau tidak mau menerima semua resiko walaupun kini saya tahu rasanya. Dunia itu kejam dan saya seharusnya tahu. Saya seharusnya mendengar setiap rambu yang ditujukan kepada saya. Rasanya? Marah. Sedih. Merasa bodoh. Semua menjadi satu. Saya kini tahu seperti apa diri anda yang sesungguhnya. Anda.... bukan hanya seorang, tapi kumpulan orang yang sejenis. Hah, ternyata, wajah kalian pun bukan hanya dua. Namun terbagi menjadi seratus. Kalian dengan eloknya berganti wajah pada setiap orang. Ternyata, mulut manis kalian tidak semanis yang selama ini saya dengar. Mulut kalian memang manis di depan saya, tapi pahit di belakang saya. Ternyata, kalian bahkan kejam antar sesama kalian. Sangat tidak manusiawi. Lalu, Apakah saya masih pantas menyebut kalian manusia? Kalian senang menyerang ora...