Skip to main content

(Sedikit) Curhat (part II: SMP lyfe)

Sudah hampir 10 tahun berlalu sejak pertama kali gue masuk ke jenjang SMP. Nggak terasa, sekarang rasanya usia gue tergolong tua. Kata orang-orang, masa indah itu terjadi di SMA. Namun bagi gue, justru masa SMP adalah masa terindah yang pernah gue alami. Persahabatan, bandel, cinta monyet ala-ala, semuanya terjadi saat gue mengenakan pakaian putih-biru. Bahkan, sahabat gue memang semuanya berada di SMP ini.

So here we go.

SMP Negeri 11 Jakarta adalah tempat gue menimba ilmu. Sekolah ini terletak di Jalan Kerinci, Kebayoran Baru. Bersebrangan dengan SMP Negeri 19 Jakarta, dan bersebalahan dengan SMP Negeri 29 Jakarta. Dekat dengan Taman Puring, polsek, dan Pasar Mayestik. Walau sudah bertahun-tahun berlalu, masih teringat jelas bagaimana macetnya jalan Bumi setiap jam bubar sekolah, pangkalan bajaj di pojok sekolah, jajanan di depan gerbang, mie ayam Masno yang selalu penuh, anak sekolahan yang nongkrong, dan gue yang setiap hari diantar-jemput oleh tukang ojeg langganan, Pak Parno.

Karena tergolong pendiam (sekarang sudah mendingan), pada awalnya gue susah untuk menjalin pertemanan dengan orang lain. Gue dulu bukan tipe orang yang mau memulai pembicaraan dan memilih untuk diajak berbicara. Kondisi ini diperburuk dengan wajah gue yang 'resting bitch face' alias selalu kelihatan jutek dan menyebalkan. Bahkan di kelas 7, gue pernah mendapatkan angket 'tersombong' karena sifat pendiam ini. Gue masih ingat bagaimana sahabat-sahabat gue langsung membela dengan pernyataan, "ih, Nita nggak sombong, dia pendiam."

Di sini gue berkenalan dengan beberapa orang sahabat, yaitu:

1. Salsa
Dia adalah sahabat pertama gue di sekolah. Selalu sekelas, dan selalu sebangku. Pada awalnya, gue nggak dekat dengan Salsa. Seakan-akan kita terjebak duduk satu sama lain karena kita teman MOS. Lucunya, ternyata dulu Salsa takut untuk berbicara dengan gue karena.... (sekali lagi) my resting bitch face. Apalagi gue selalu memarahi Salsa karena kakinya suka digoyang-goyangkan dan selalu ganggu gue menulis. Salsa yang mengenalkan gue dengan Hello Kitty, dan Salsa yang mengenalkan gue tentang F1. Dia nggak pernah niat untuk buat gue suka juga, tapi sepertinya gue ketularan dari dia yang selalu menceritakan info Hello Kitty merch dan F1 up to date.

2. Elyta
Dia adalah orang kesekian sebenarnya yang jadi sahabat gue. Awalnya, Salsa lebih dekat dengan Elyta karena arah rumah mereka searah. Mereka dulu suka sepedahan keliling kompleks perumahan, dan kadang suka lihat "ehem" lagi main futsal di halaman rumahnya. Elyta itu punya suara yang lantang dan keras, dan matanya jauh lebih menyeramkan daripada gue. Dia suka banget Harry Potter, mungkin ini sih yang bikin kita berdua jadi dekat. Elyta itu tomboy, tapi juga termasuk centil. Nggak tahu malu, malah selalu membuat sahabat-sahabatnya yang malu sama tingkah gokilnya dia.

3. Nadia
Imut. Kecil. Putih. Rambut ikal. Itu kesan pertama gue waktu kenal dengan Nadia dulu. Dia awalnya temannya Elyta, namun akhirnya jadi main bareng Salsa dan gue juga. Suka Harry Potter juga, tetapi jauh lebih mencintai Justin Bieber. Setiap hari selalu bawa bekal dari rumah, tupperware ungu bentuk bulat. Orang yang belum kenal pasti lihat Nadia itu pendiam, tapi aslinya sih enggak. Bedanya dengan gue, pendiamnya Nadia itu nggak kelihatan sombong. :')

4. Wiwit
Ini juga awalnya bukan teman gue dan Salsa, tapi jadi main bareng juga. Dia lebih kenal duluan sama Elyta dan Nadia. Pecinta Justin Bieber, sama seperti Nadia. Kalau mereka berdua dipertemukan, selalu gossip tentang Justin ini lah... Justin itu lah... Justin gini lah... Justin gitu lah... Dari jaman SMP padat banget aktivitasnya. Jago main voli, pernah bercita-cita untuk menjadi polisi. Hampir mirip dengan Elyta, Wiwit adalah orang yang hampir nggak punya malu dan selalu bikin orang disekitarnya malu. Mempunyai tawa yang menggelegar, dan rambutnya selalu dikucir dan dijepit kalau ke sekolah.

5. Rani
Kecil. Mungil. Berisik. Rambut panjang. Bisa dikatakan, dia itu anak yang paling eksis di antara teman-teman main gue. Entah tiba-tiba dengar gossip A, gossip B, gossip C, setiap hari ada aja infonya. Tapi walaupun kelihatan ramai, dia aslinya sensitif dan enak untuk diajak curhat. Gue masih ingat, dia dulu terpesona dengan 1 cowok di SMP. Nadia sampai bela-belain memfoto resep cokelat di toko buku, dan gue yang menemani dia ke Mayestik buat beli perlengkapannya. Begitu kue cokelatnya jadi, gue juga yang ikut menemani dia ke rumah si cowok untuk kasih cokelat. Parah sih kalau diingat. Siang bolong naik bajaj ke daerah Senopati, kesasar sana-sini nyari rumahnya. Lol.

6. Citra
Jujur, awalnya gue sempat mengira Citra itu nggak suka sama gue. Entah kenapa. Bisa main piano, imut, rambutnya selalu panjang ikal, lucu, dan tawanya juga menggelegar seperti Wiwit. Waktu sekolah dulu, kita berdua nggak terlalu dekat. Yang gue tahu, Citra itu pintar. Sayangnya, kita nggak pernah sekelas sama sekali. Malah gue dan Citra mulai menjadi dekat sejak lulus SMP.

7. Dillo
Dia punya tanggal lahir yang beda hari dengan gue, yaitu tanggal 8 Desember. Dulu waktu sekolah, gue, Dillo, dan Salsa membentuk grup bernama Deceary. Dia juga tergolong pendiam seperti gue, jenius banget, bisa ballet, main piano, dan hal-hal lainnya yang dilakukan oleh anak jenius. Tapi, gue dan Dillo itu bisa dibilang punya hubungan yang love-hate banget, deh. Kita berdua sama-sama tempramental, egois, manja, dan suka seenaknya sendiri. Kita berdua seriiiing banget bertengkar karena hal-hal sepele, biasanya suka diam-diaman sebulan lebih sebelum akhirnya kita berdua peluk-pelukan sambil nangis dan minta maaf. So drama. I know. Tapi itu yang gue suka dari persahabatan gue dengan Dillo. Di antara sahabat gue yang lain, gue belum pernah ketemu sama dia sejak kami lulus SMP. Bahkan sampai detik gue menulis post ini, kita berdua belum pernah bertemu lagi. Terakhir kita ngobrol itu sekitar tahun 2015, waktu jamannya SBMPTN. Selanjutnya, kita hanya saling me-love postingan di Instagram masing-masing. Kalau ditanya, gue kangen sama dia. Kangen banget.

8. Dea
Satu lagi manusia yang nggak pernah ketemu sejak lulus SMP. Biasanya kita selalu buat janji untuk bertemu, tapi hanya berakhir wacana. Dea pernah sekelas bareng gue, dan teman searah pulang dengan Elyta dan Salsa. Sama seperti Citra dan Dillo, Dea itu pinter banget. Nggak pendiam, enak diajak bercanda. Rambutnya lurus dan pakai kacamata. Dea pernah nggak masuk beberapa hari ke sekolah karena kakinya terlindas roda bajaj di depan sekolah. Lol, antara kasihan tapi geli juga sebenarnya.

Masih banyak beberapa sahabat lainnya semasa gue SMP, tapi nama-nama di atas adalah beberapa yang paling berkesan karena udah mewarnai kehidupan gue.

Benar kata orang, wanita itu bisa bersahabat jika punya watak yang berbeda. Kami semua berbeda, dan itulah yang membuat kami saling melengkapi. Banyak hal yang sudah kami lakukan bersama, dari yang paling gokil, sedih, dan aneh. Sayang, gue nggak ikut perpisahan sekolah, sih. Tapi sepertinya, kenangan 3 tahun gue benar-benar nggak terlupakan.

Dari mulai waktu MOS, saat makan bekal bersama setiap hari, bertukar cokelat saat hari Valentine, bersembunyi ramai-ramai di toilet setiap Jumat bersih, bertengkar karena gue nggak kasih tahu kalau gue menang perlombaan, bermain truth or dare, Elyta yang memeluk cowok karena kalah taruhan, gosip tentang 1D atau Justin Bieber, main kejar-kejaran, olahraga di setiap hari Jumat, manjat pagar sekolah, ke blok M untuk hunting buku, makan mie ayam Masno, ke Mayestik hanya untuk cari kue cubit, menemani gue ke Radio Dalam untuk menyerahkan kado sehabis Try Out, dan hal-hal konyol lainnya, deh.

Masa SMP adalah masa transisi dari SD. Masa di mana cowok-cowok bisa berubah menjadi lebih tinggi padahal hanya libur sekolah 2 minggu, masa polosnya anak-anak yang berubah menjadi ABG, masa culun-culunnya setiap orang.

Mungkin, satu-satunya hal yang buat gue gagal move on adalah masa-masa SMP. Setua apapun gue, setiap gue melintasi Jalan Bumi, gue selalu menoleh ke arah sekolah gue dulu, mengingat kembali bagaimana setiap detiknya gue pernah bersekolah di sana. Bagaimana sewaktu gue kelas 9 dulu selalu rela berangkat pukul 6 tepat supaya bisa berpapasan dengan seseorang, makan di kantinnya yang luas, melewati puluhan piala di dekat gerbang masuk, dan halamannya yang sangat luas.

Comments

Popular posts from this blog

Intermezzo: Naif atau Bodoh?

Andai dunia itu nggak sesulit yang kita rasakan, ya. Dunia itu nggak baik bukan karena 'dunia' itu sendiri kan? Tapi karena manusianya. Dunia menjadi kejam karena ulah mereka yang tidak bertanggung jawab. Orang-orang yang mengenal saya mengatakan jika ada batas tipis antara naif dan bodoh di dalam diri saya. Terlalu lugu untuk melihat ini semua, tetapi sebenarnya bodoh karena tidak mengerti apa-apa. Saya bersyukur, karena saya dikelilingi oleh orang-orang yang melindungi saya agar tetap menjadi diri saya yang sekarang. Maksudnya, seperti bunga lotus yang tidak akan pernah kotor walaupun hidup di kolam berlumpur. Mereka, teman-teman saya, tetap menjaga saya seperti itu. Namun, ada kalanya saya harus sendiri. Pertemanan itu nggak harus selalu bersama-sama, cukup sirat hati yang menyatukan ikatan pertemanan. Nah, ketika saya sendiri itu lah saya merasa... bodoh. Maksudnya, saya sering melakukan kecerobohan. Mungkin, apa karena saya terlalu dilindungi mereka? "Dia itu adala...

Give and Take

What happens to teenager this day? What happens to Indonesian culture about polite, manner, and grace? It's so pathethic that now we rarely see it in our life. Let's take the easiest samples: 1. Menyela pembicaraan orang. 2. Make fun, laugh, yawn, stared hatefully toward the elders (it can be your lecturer or even your parent). 3. Being ignorance, arrogant. 4. This may be the simpliest sample of all... keluar / masuk ruangan tanpa ijin, main kabur,padahal sebenarnya bisa ijin dulu. etc. Some of the examples above are actually based on my observation in actual life. But then the question is: Can we live without polite, manner, and grace? Sekarang coba kalau dibalik. Kita jadi orang yang mendapatkan perlakuan yang tidak sopan. You feel uncomfortable, angry, sad, and insecure, don't you? Is that good? How can we have polite, manner, and grace? Well, I'm kind of person that believe in "Give and Take". Give and take is actually hands that help each oth...

Mom

Entah ini yang ke berapa kalinya gue nulis tentang sosok idaman gue. Sosok yang selalu ada untuk gue, disaat terpuruk ataupun disaat senang.Sosok yang menjadi contoh. Sosok yang gue llihat seperti Julie Andrews dan Audrey Hepburn. She is.. Mama. Mama itu stylist, tapi stylist orang jadul yang nggak out of trend deh. Gayanya kaya Audrey, sama Julie. Anggun. Sifatnya... tegas, dan disiplin. Beliau benci sama orang-orang yang nggak punya sopan santun, berapa pun usianya. Mama dan gue seriiiiiiiing banget berantem. Durhaka banget ya, gue jadi anaknya. Tapi ada saatnya ketika kita jadi sahabat, yang selalu kompak. Kalau menurut beliau sikap gue lagi nyebelin, beliau pasti ngomong, " De, inget kamu dulu ngomong apa ke Mama? Kamu dulu pernah ngomong, 'Ma, jangan tinggalin Ade ya... Kita harus kompak, sama-sama terus. " Kalau udah kaya gitu biasanya gue nangis dan langsung meluk dia. Gue ga inget umur berapa gue ngomong gitu, tapi kata beliau dari sebelum SD gue ngom...

Keramaian yang Bisu

Halo, semuanya! Topik yang akan saya tulis kali ini adalah tentang mental issue . Beberapa tahun terakhir ini, saya memang suka sekali mengulik tentang kesehatan jiwa seseorang, pemicu depresi, stres, dan beberapa hal lainnya yang dapat memengaruhi tingkat kesehatan mental seseorang. Menurut saya, masyarakat Indonesia masih lebih buta dengan kesadaran betapa penting dan krusialnya untuk mempelajari, menerima, dan mungkin bersimpati terhadap orang-orang yang menderita gangguan mental. Masyarakat Indonesia masih bersikap acuh tak acuh, cenderung hanya nyinyir terhadap orang lain, tanpa bercermin tentang dirinya sendiri. Dan tulisan ini, akan berkaitan langsung dengan kehidupan saya. Sebenarnya saya agak bingung bagaimana untuk menceritakannya . As you all know, saya adalah anak bungsu dari 3 bersaudara. Kedua kakak saya pinter banget, sementara adeknya... hanya remahan biskuit yang ditiup angin juga hilang. Ketika saya SD, saya sempat merasakan saat-saat di -bu...

Untukmu, dari Aku.

Mars - Venus Sama seperti mitologi Romawi kamu dan aku bagaikan Mars dan Venus. Kisah cinta kita diabadikan selayaknya dua dewa-dewi ini. Kamu, dewa perang disatukan dengan aku, dewi kecantikan. Utara - Selatan Sama seperti magnet, kita mempunyai dua kutub yang berbeda. Dulu, aku berharap bahwa kita mempunyai kutub yang sama. Namun perlahan aku mulai menyadari bahwa kita tidak akan pernah bersatu jika kutub kita sama, justru dua kutub yang berbeda inilah yang merekatkan kita. Erat, dan sulit untuk terpisahkan. Bonnie - Clyde Terkadang kita mampu menjelma seperti mereka, partner in crime . Memang terdengar jahat oleh orang lain tetapi dua kekuatan besar yang disatukan adalah hal paling magis yang pernah kurasakan. Aku tidak ingin kita berdua berakhir seperti mereka, tetapi aku mendambakan kesetiaan mereka. Romeo - Juliet Aku selalu bertanya-tanya apakah kita akan berakhir seperti mereka berdua? Apakah orang-orang akan menghalangi kebahagiaan kita? Apakah kita akan lebih percaya...