Skip to main content

Peace. Love.

Hallo,

Sudah lama sekali sejak menulis blog ini. Salah satu alasannya adalah karena tidak ada inspirasi yang terlintas di benak saya, sehingga blog ini tidak dijadikan prioritas utama.

Seperti yang pernah saya tulis, saya didiagnosis dengan penyakit yang lifetime, artinya tidak dapat disembuhkan namun dapat diminimalisir kambuhnya, tergantung dengan gaya hidup saya.

Akhir-akhir ini saya merasa penyakit ini mulai kambuh lagi. Gejalanya seperti, tremor yang tadinya hilang, mulai muncul kembali. Lalu, badan yang sangat lemas ditambah debaran jantung di atas rata-rata, benar-benar seperti habis lari marathon. Baru saja semalam dan tadi, saya menghabiskan belasan jam tersendiri untuk tidur. Rasa gelisah dan cemas juga kembali muncul, merasa takut jika apa yang saya rencanakan tidak terjadi; letih karena tekanan yang saya rasakan di rumah, dan tuntutan beberapa orang, berharap agar saya selalu tampil sempurna; dan mulai kembali memikirkan omongan orang-orang di belakang saya.

Saya cenderung merasa hampa. Ya, saya melakukan banyak kegiatan untuk mencari kebahagiaan. Olahraga, baca novel, melukis, membuat gelang, menulis lirik, saya berusaha untuk mengisi kekosongan yang ada di dalam diri. Sebenarnya, apakah manusia memang harus mencari kebahagiaan?

Di lain sisi,

Perlahan saya mulai menyadari,

Mungkin untuk memperoleh kebahagiaan, saya harus mulai:

1. Memaafkan masa lalu
Saya harus memaafkan, jika masa lalu saya bukanlah kesalahan mereka ataupun saya, melainkan sudah jalan Tuhan.

Memang rasanya menyakitkan. Amat sangat menyakitkan. Semakin saya dewasa, rasanya semakin menyakitkan, tetapi saya harus tetap melanjutkan hidup.

Karena, jika masa lalu itu tidak ada, maka tidak akan ada Nita yang saat ini dikenal.

2. Menerima kehidupan saya sekarang
Tinggal di rumah yang sangat menjunjung tinggi kedisiplinan, akademis, dan integritas, memang membuat saya merasa sangat tertekan. Saya merasa dituntut untuk menjadi sempurna, walaupun mungkin ini hanya sugesti saya.

Kini, saya harus paham bagaimana caranya menjadi Mama, yang selama ini bisa dikatakan sebagai single parent. Berjuang sendirian untuk memberikan kebahagiaan ke saya dan kedua kakak saya. Beliau menjadi sangat keras terhadap kami, karena harus menjalankan peran sebagai Ayah dan Ibu. Selain itu, kondisi kesehatan saya yang sensitif, semakin membuat beliau berhati-hati untuk melepas saya.

Ya, saya harus mulai paham.

3. Memilah orang
Ada orang yang ditakdirkan untuk hanya datang, singgah, dan kemudian pergi.

Ada juga orang yang ditakdirkan bukan untuk memasuki kehidupan.

Ada juga orang yang bisa menjadi keluarga tidak sedarah.

Saya harus benar-benar acuh tak acuh terhadap orang-orang yang menjadi toxic di kehidupan saya, dan mulai menggandeng mereka yang mulai menjadi salah satu sumber kebahagiaan saya. Nggak usah memikirkan perkataan mereka yang tidak kenal dengan saya, cukup dengar mereka yang saya anggap sebagai inner circle. Persetan dengan omongan dan caci maki, saya harus mulai menjadi egois, agar tidak ada lagi yang mengatakan, "Nita, jadi orang jangan terlalu baik."

***

"Whisper words of wisdom, let it be.
There will be an answer, let it be."

Let it be.

Ya, itu intinya.

Terima aja.

Bersyukur.

Karena sebenarnya saya lebih kuat dari apa yang saya kira.

Saya harus melakukan 3 hal itu, untuk kebahagiaan dan kesehatan saya sendiri.

***

Masih banyak mimpi yang harus saya kejar, masih banyak pembuktian yang ingin saya tunjukkan kepada mereka yang menyakiti saya, masih banyak orang yang ingin saya bahagiakan.

Saya harus percaya, saya tidak akan pernah sendiri. Masih ada Mama, Papa, Mba-mba, teman-teman, dan terutama Tuhan.

Tuhan, tolong berilah kekuatan fisik dan mental untuk saya di hidup ini.

Tuhan, saya percaya, takdir-Mu akan memberikan kebahagiaan bagi saya nanti.

Tolong, berilah kesehatan dan kebahagiaan bagi mereka yang peduli tentang saya.

Comments

Popular posts from this blog

Give and Take

What happens to teenager this day? What happens to Indonesian culture about polite, manner, and grace? It's so pathethic that now we rarely see it in our life. Let's take the easiest samples: 1. Menyela pembicaraan orang. 2. Make fun, laugh, yawn, stared hatefully toward the elders (it can be your lecturer or even your parent). 3. Being ignorance, arrogant. 4. This may be the simpliest sample of all... keluar / masuk ruangan tanpa ijin, main kabur,padahal sebenarnya bisa ijin dulu. etc. Some of the examples above are actually based on my observation in actual life. But then the question is: Can we live without polite, manner, and grace? Sekarang coba kalau dibalik. Kita jadi orang yang mendapatkan perlakuan yang tidak sopan. You feel uncomfortable, angry, sad, and insecure, don't you? Is that good? How can we have polite, manner, and grace? Well, I'm kind of person that believe in "Give and Take". Give and take is actually hands that help each oth...

Self Reflection

I haven't wrote anything. But will try to write... again. 4 tahun yang lalu, gue menuliskan tentang masa-masa menjadi maba  (mahasiswa baru) yang baru saja selesai melaksanakan PKKMB. Hari ini, beberapa teman angkatan 2015 sudah melaksanakan wisuda. Gue belum, semoga tahun depan mendapatkan giliran. Aamiin... Btw , entah mengapa pukul segini memang enak untuk menjadi sendu. Bukan sendu dalam konotasi negatif, tetapi cenderung ke arah positif. Tiba-tiba, jadi mengenang apa saja yang terjadi selama 4 tahun belakangan ini. Masa-masa di mana gue melepas seragam putih-abu, dan menggantinya dengan pakaian bebas. Malam ini menjadi sebuah renungan terhadap diri sendiri, atas apa yang telah dicapai, kesalahan, kebahagiaan, pertemanan, dan lain sebagainya. Katanya, kuliah adalah masa terakhir sebelum menghadapi dunia nyata. Katanya, semakin kita dewasa, kita cenderung menjadi realistis... mematikan cita-cita di dalam diri. Mematikan jiwa anak-anak yang ada di dalam hati. ...

Sarkas

Mungkin memang saya yang terlalu baik, saya yang bodoh, saya yang terlalu naif, dan saya yang selalu berpikir optimis. Semua ucapan orang yang memperingatkan agar selalu hati-hati... Saya abaikan. Saya mau tidak mau menerima semua resiko walaupun kini saya tahu rasanya. Dunia itu kejam dan saya seharusnya tahu. Saya seharusnya mendengar setiap rambu yang ditujukan kepada saya. Rasanya? Marah. Sedih. Merasa bodoh. Semua menjadi satu. Saya kini tahu seperti apa diri anda yang sesungguhnya. Anda.... bukan hanya seorang, tapi kumpulan orang yang sejenis. Hah, ternyata, wajah kalian pun bukan hanya dua. Namun terbagi menjadi seratus. Kalian dengan eloknya berganti wajah pada setiap orang. Ternyata, mulut manis kalian tidak semanis yang selama ini saya dengar. Mulut kalian memang manis di depan saya, tapi pahit di belakang saya. Ternyata, kalian bahkan kejam antar sesama kalian. Sangat tidak manusiawi. Lalu, Apakah saya masih pantas menyebut kalian manusia? Kalian senang menyerang ora...

That Fangirling Moment When They Talk About F1 (2.0)

I AM RIGHT! I'll present this post to who loves watching F1, to whoever that thinks that no one could break Vettel's record. JUST IN FACT: Max Verstappen is the youngest ever that won a race! Let's take a look back to the Spain GP, of course! I am so proud of my baby-rookie-cutie!! I mean, he's only 18! We are from 1997!! It will be difficult enough to break his record, EVER. (The Spain GP udah lewat lama..... and tomorrow will be the Canada GP, though.) As a huge fan of Sebastian Vettel (don't forget about his younger bro, Fabian) and as a long lost girlfriend of Lewis Hamilton... (sobbing) still and will always be theirs, of course. But I can't resist that I REALLY REALLY excited about Verstappen's achievement. I hope Vettel, Hamilton, Verstappen, or Ricciardo could win the Canada GP! It's enough for Rosberg, I guess. (What an evil mind of mine). As Indonesian, of course I ship Haryanto. I still have that believe. Hamilton came from GP2 once, b...

Intermezzo: Naif atau Bodoh?

Andai dunia itu nggak sesulit yang kita rasakan, ya. Dunia itu nggak baik bukan karena 'dunia' itu sendiri kan? Tapi karena manusianya. Dunia menjadi kejam karena ulah mereka yang tidak bertanggung jawab. Orang-orang yang mengenal saya mengatakan jika ada batas tipis antara naif dan bodoh di dalam diri saya. Terlalu lugu untuk melihat ini semua, tetapi sebenarnya bodoh karena tidak mengerti apa-apa. Saya bersyukur, karena saya dikelilingi oleh orang-orang yang melindungi saya agar tetap menjadi diri saya yang sekarang. Maksudnya, seperti bunga lotus yang tidak akan pernah kotor walaupun hidup di kolam berlumpur. Mereka, teman-teman saya, tetap menjaga saya seperti itu. Namun, ada kalanya saya harus sendiri. Pertemanan itu nggak harus selalu bersama-sama, cukup sirat hati yang menyatukan ikatan pertemanan. Nah, ketika saya sendiri itu lah saya merasa... bodoh. Maksudnya, saya sering melakukan kecerobohan. Mungkin, apa karena saya terlalu dilindungi mereka? "Dia itu adala...