Skip to main content

Core of Mylife

Hari Sabtu, 09 Maret 2013 kemarin mungkin adalah hari yang tidak menyenangkan untuk sebagian orang. Sabtu mungkin hari kelabu bagi sebagian orang. Itu semua terjadi di lingkungan sekolah gue, khususnya angkatan 2015. Angkatan ini turut berkabung atas meninggalnya Ayahanda dari Shinta (Ocin) -teman sekelas gue- dan Ibunda dari Dio -anak kelas X lain-.

Di hari libur ini keduanya meninggalkan sanak saudara, anak, teman-teman, dan berjuta-juta kenangan. Kemarin gue sebenarnya diajak untuk ikut melayat ke rumah Shinta, tapi karena gue sudah punya janji dengan kakak gue untuk pergi beli PIN AFS, gue ngga bisa hadir. Maaf yaa Ciin.. :(

Kejadian yang dialami mereka, dan teman-teman lain yang mungkin salah satu orangtuanya atau bahkan keduanya telah dipanggi Yang Maha Kuasa, telah membuat gue sadar betapa pentingnya arti orangtua itu.

Kita ada karena mereka. Kita bisa berjalan, berlari, karena mereka. Kita bisa berbicara, membaca, menulis, karena mereka.

Bagi mereka yang orangtuanya dirumah, coba inget deh. Setiap kita pulang kerumah, kita disambut hangat oleh mereka. Tak jarang mereka memasak makanan favorit kita. Mereka ikut tertawa saat mendengar kisah-kisah lucu yang terjadi di sekolah. Bagi mereka yang orangtuanya pergi bekerja, bayangkanlah mereka membanting tulang untuk menghidupi kita. Supaya bisa menyekolahkan kita. Agar kita dapat memanfaatkan segala jenis IPTEK yang terus berkembang, berbeda jauh dari jaman mereka dulu.

Mungkin tak jarang juga diantara kita-kita punya keluarga yang hancur, broken home. Tapi orangtua adalah orangtua. Mereka tetap menyayangi kita walau rumah tangganya hancur. Banyak dari kita yang menyalah artikan ini dengan ikut hal-hal yang negatif. Pernah ngga kalian yang sudah terjerumus sadar, bagaimana jika mereka tahu? Apa yang akan mereka rasakan? Bukannya kalian malah semakin membebani mereka? Perasaan mereka yang sedih, marah, campur aduk.
 
Jujur.. gue merasa sangat durhaka menjadi seorang anak. Gue sering membuat mereka kecewa. Gue sering membuat mereka tertekan. Gue terlalu menuntut ini-itu ke mereka.

Tapi, gue sayang sama orangtua gue. Gue ngga bisa membayangkan kalau mereka tiba-tiba 'dipanggil' dan meninggalkan gue sendirian. Apa yang akan gue rasakan? Apalagi semangat gue hidup? Siapa yang akan bawel kalo kita nakal? Siapa yang akan menasehati kita ini-itu? Siapa lagi yang mau mengurus kita tanpa pamrih?

Gue sering lohh, ngebayangin kalo tiba-tiba Papa atau Mama gue 'dipanggil.' Gue yang lagi sekolah... tiba-tiba mendapat kabar buruk. Atau bisa jadi saat kita pulang sekolah, kita hanya menemukan jasad tak bernyawa. Hmm.. dan gue jadi ngerasa bersyukur banget mereka masih ada..

Ma, Pa... Maaf aku belom bisa jadi anak impian kalian. Aku masih sering ngebuat kalian marah, kecewa, sedih. Tapi aku akan terus berusaha untuk menjadi lebih baik. Aku akan tunjukin ke kalian, dengan didikan kalian aku akan melesat seperti roket, aku akan menjadi seseorang suatu hari nanti.

Happy Sunday, Everyone!

Comments

Popular posts from this blog

Catatan Kuliah (Kami): 4

4 When the skies are blue, to see you once again... my love Anya's side Sudah dua bulan aku berkuliah. Masih terasa menyenangkan, semua terasa indah, apalagi karena ada Skan setiap hari (kami berada di kelas yang sama hampir di setiap mata kuliah, yay !!!). Duh, jangan bicarakan Skan lagi, deh! Aku pusing hampir setiap detik aku memikirkannya! Nggak bisa, ya, kalau dia pergi sejenak saja dari pikiranku? Duh, susah ya, tidak memikirkan orang yang berada di kelas yang sama hampir setiap harinya? Karena telah menjadi teman sekelas, kami memang lebih banyak berbincang, berdiskusi, berbincang, berdiskusi... yah, sebatas itu saja. Monoton memang. Akupun merasa bersyukur masih bisa bernapas di hadapannya. Omong-omong, aku baru menyadari jika Skan itu sangat pintar. Jenius malah. Entah mengapa aku merasa iri dengan kepintaran Skan. Dibandingkan aku? Cuih, aku hanya buih di lautan. Dia sebagai lautannya, tentu. Kami sering bertukar opini tentang kasus yang diberikan d...

Dear You, 2020

Halo, apa kabar? Mengapa kamu menjauh?  Saya salah apa? Apakah saya membuatmu risih? Apakah kamu membenci saya? Kamu terasa sangat jauh sekarang, tanpa aku bisa raih. Kita memang tidak saling menggenggam, namun aku tahu kita saling merasa. Ingin sekali saya bertanya berbagai hal kepadamu, termasuk pertanyaan-pertanyaan tadi. Saya harap kamu baik-baik saja, hidup dengan bahagia. Apakah mungkin, kamu seperti itu karena merasa kehilangan diri saya? Apakah mungkin, kamu sebenarnya memahami diri saya yang sesungguhnya, namun merasa saya mulai berubah? Apakah mungkin, kamu merasa asing dengan diri saya yang sekarang? Jika memang demikian, saya mulai menyadari sudah betapa jauhnya saya tersesat. Saya pun merasa asing dengan diri sendiri. Rasanya saya sudah melangkah jauh, dan saya takut sudah terlalu terlambat untuk kembali. Kamu menyadari perubahan saya sejak lama, dan kamu merasa asing dengan diri saya. Saya ingin meminta maaf, jika diizinkan. Saya ingin kembali berada di hidup kamu, ji...

Self Reflection

I haven't wrote anything. But will try to write... again. 4 tahun yang lalu, gue menuliskan tentang masa-masa menjadi maba  (mahasiswa baru) yang baru saja selesai melaksanakan PKKMB. Hari ini, beberapa teman angkatan 2015 sudah melaksanakan wisuda. Gue belum, semoga tahun depan mendapatkan giliran. Aamiin... Btw , entah mengapa pukul segini memang enak untuk menjadi sendu. Bukan sendu dalam konotasi negatif, tetapi cenderung ke arah positif. Tiba-tiba, jadi mengenang apa saja yang terjadi selama 4 tahun belakangan ini. Masa-masa di mana gue melepas seragam putih-abu, dan menggantinya dengan pakaian bebas. Malam ini menjadi sebuah renungan terhadap diri sendiri, atas apa yang telah dicapai, kesalahan, kebahagiaan, pertemanan, dan lain sebagainya. Katanya, kuliah adalah masa terakhir sebelum menghadapi dunia nyata. Katanya, semakin kita dewasa, kita cenderung menjadi realistis... mematikan cita-cita di dalam diri. Mematikan jiwa anak-anak yang ada di dalam hati. ...

Sarkas

Mungkin memang saya yang terlalu baik, saya yang bodoh, saya yang terlalu naif, dan saya yang selalu berpikir optimis. Semua ucapan orang yang memperingatkan agar selalu hati-hati... Saya abaikan. Saya mau tidak mau menerima semua resiko walaupun kini saya tahu rasanya. Dunia itu kejam dan saya seharusnya tahu. Saya seharusnya mendengar setiap rambu yang ditujukan kepada saya. Rasanya? Marah. Sedih. Merasa bodoh. Semua menjadi satu. Saya kini tahu seperti apa diri anda yang sesungguhnya. Anda.... bukan hanya seorang, tapi kumpulan orang yang sejenis. Hah, ternyata, wajah kalian pun bukan hanya dua. Namun terbagi menjadi seratus. Kalian dengan eloknya berganti wajah pada setiap orang. Ternyata, mulut manis kalian tidak semanis yang selama ini saya dengar. Mulut kalian memang manis di depan saya, tapi pahit di belakang saya. Ternyata, kalian bahkan kejam antar sesama kalian. Sangat tidak manusiawi. Lalu, Apakah saya masih pantas menyebut kalian manusia? Kalian senang menyerang ora...

Catatan Kuliah (Kami): 2

2. When life is full of chemistry Skan's Side Hari itu, aku meminta Piyo mencarikan wanita untukku. Dia yang duduk di sebelah kananku hanya mengangguk-angguk sekilas, seakan-akan berucap, " Bro , kalau ada wanita cantik... pasti sudah gue ambil duluan, lah!" Yup, men. Namun tiba-tiba, Piyo mengguncangkan bahuku seraya menunjuk seseorang yang berdiri di depan kelas. Wanita. Tinggi. Berkacamata. Rambut diikat asal. Pakai kemeja putih. Pakai celana jins biru muda. Pakai sepatu boots . "Tipe lo," ucap Piyo singkat. "Gue nggak pernah lihat dia," kataku bertanya-tanya. "Berarti dia jarang ikut acara di kampus juga, Skan. Sama kaya kita. Datang kalau cuma ada yang penting," jawab Piyo acuh tak acuh. Dia memang sama sepertiku. Jarang datang, tinggi, keren, incaran wanita pokoknya. Aku memerhatikannya dengan seksama. Entahlah... dia memang lumayan. Sekilas dia memang memiliki perawakan yang sama denganku. Sedang apa...