Skip to main content

Childhood

Hi.

It's been a long time since I write this blog. Well, banyak banget yang udah dilalui selama dua bulan ini. SELAMAT kepada angkatan 2015, yang sudah menempuh UN pada April kemarin. YEAY! Sekarang memang lagi gabut-gabutnya liburan, tapi juga lagi greget-gregetnya belajar untuk persiapan perguruan tinggi nanti.

Mungkin yang gue bahas kali ini tentang teman SD aja kali, ya? I told you about my lovely SMP & SMA but then I realized... gue belum pernah menceritakan tentang kehidupan SD gue.

Jujur.

Sebenarnya hampir 80% kenangan SD gue sudah benar-benar hilang. Gue adalah penganut tipe orang STM (Short Term Memory). Gue paling susah ingat muka orang, apalagi namanya (biasanya bisa ingat begitu kelihatan karakteristiknya). Yang gue ingat cuma sebagian kecil aja, apa lagi terakhir ketemu mereka ya enam tahun yang lalu.

Jadi.... sebenarnya gue excited banget begitu tahu pada mau reuni SD. Gue kangeeeeeeeeeen banget sama mereka semua! Sampai kebawa mimpi! Jadi, sebelum merasakan kangen yang amat sangat itu gue sempat main-main aja ke lingkungan SD gue yang pertama (gue sempat pindah sekolah, waktu itu main ke SD yang pertama) dan banyak hal yang membuat gue shock.

Beberapa guru gue banyak yang sudah pensiun, ada yang pindah kesana-kesini, dan... ada yang meninggal. Bahkan, tukang bakso langganan gue waktu dulu juga udah meninggal.. Padahal masih muda. :(

Rasanya waktu itu jadi cengeng, pengen nangis. Gue jadi terbayang-bayang sendiri bagaimana rasanya kalau kita nggak akan sempat bertemu lagi dengan orang-orang lama, yang lebih dulu kenal sama kita. Bagaimana kalau ternyata gue meninggal duluan? Atau mereka yang meninggalkan gue tanpa pamit? Gue takut menyia-nyiakan waktu gitu aja. Dari situlah rasa kangen gue muncul.

Kemarin baru aja kumpul sama teman-teman SD yang kedua. BENERAN EXCITED! Tapi sayangnya, mungkin karena udah nggak pernah ketemu, nggak pernah ngomong, agak awkward gitu awalnya. But I'm sure we can handle it, eventually. :)

Puberty is surely a thing! Begitu ketemu banyak yang mukanya sudah berubah drastis. Banyak yang tingginya sekarang setara sama gue juga. Dan... sorry I have to mention your name but, Irsyad, suaranya terlalu melampaui usianya (ini cara sopan gue bilang suaranya kaya bapak-bapak, HAHA). Salah satu teman gue, Alma masih sama sablengnya, masih gokil, and she's so beautiful. Banyak yang pengen gue sebut di sini, tapi kebanyakan, ah. Mereka yang paling memorable banget. Sebenarnya ada satu teman gue, namanya Muth. Cuma di antara sekelas yang paling suka ketemu, walaupun jarang, ya cuma dia. :p

Pasti ada banyak kenangan yang gue ingat dan kalian nggak ingat, dan sebaliknya. Kalau dari sisi gue... Gue ingat dulu kita pernah dikejar-kejar anjing, tapi malah gue ajak main anjingnya. Kita dulu pernah persami keliling-keliling sekitar sekolah, dan team gue sama Indah menang. Gue ingat dulu kita harus selalu salam tiap masuk kelasnya Pak Harni. Buat boneka kaus kaki dari Bu Nur. Ditraktir Desta makan mie ayam sekelas! Main lompat karet di lapangan yang sekarang unfortunately udah hilang, keliling-keliling naik sepeda dari satu taman ke taman lainnya, Rusyi yang suka sama pelatih pramuka (argghh lupa namanya). Pak Didi, Kak Yopi, Bu Tri... and of course! Bu Marodah yang udah pensiun dari jaman gue kelas empat dulu. Perpisahan yang waktu itu gue nggak ikut, tapi dengar-dengar banyak 'ceritanya'. Whua, banyak banget, deh.

Bener nggak, sih, masa kecil kita adalah masa yang terindah, guys? Masa-masa di mana kita masih sempat bermain di lapangan, main bola, kelereng, main sepeda, lompat karet, mendekatkan diri satu sama lain. Memang kita nggak merasakan masa-masa air kali yang masih bersih, jalan raya yang masih kosong, tapi kita akrab tanpa adanya gadget canggih seperti sekarang.

"Don't walk in front of me, I may not follow.
Don't walk behind me, I may not lead.
Walk beside me, and just be my friend."

Comments

Popular posts from this blog

Give and Take

What happens to teenager this day? What happens to Indonesian culture about polite, manner, and grace? It's so pathethic that now we rarely see it in our life. Let's take the easiest samples: 1. Menyela pembicaraan orang. 2. Make fun, laugh, yawn, stared hatefully toward the elders (it can be your lecturer or even your parent). 3. Being ignorance, arrogant. 4. This may be the simpliest sample of all... keluar / masuk ruangan tanpa ijin, main kabur,padahal sebenarnya bisa ijin dulu. etc. Some of the examples above are actually based on my observation in actual life. But then the question is: Can we live without polite, manner, and grace? Sekarang coba kalau dibalik. Kita jadi orang yang mendapatkan perlakuan yang tidak sopan. You feel uncomfortable, angry, sad, and insecure, don't you? Is that good? How can we have polite, manner, and grace? Well, I'm kind of person that believe in "Give and Take". Give and take is actually hands that help each oth...

Adulting

I hate getting older. I wish I could stay in my student era, where I just need to study and got good grades. Ironically, today is the youngest I could be and I should cherish that. I hate the fact that each day I just getting older. This blog grows up with me. I was such a bright bubbly girl who always wondered, "what is it like to be an adult?" Duh, Nita, my younger-self. Let me tell you:  YOU HATE BEING AN ADULT. You are now not a dreamer, instead you just live your life. Waiting for your turn to die. You are now working as an employee, not an artist like you always wanted to be. You don't have much time to read, you choose to sleep in between your spare time. You are now a mom of 2 at the age of 27, not an independent single woman who wanted to get marry at 30. I'm living in a reality that I didn't plan at all. I'm still trying to survive, at least. Well, I'm a survivor and I will survive. ***

Sarkas

Mungkin memang saya yang terlalu baik, saya yang bodoh, saya yang terlalu naif, dan saya yang selalu berpikir optimis. Semua ucapan orang yang memperingatkan agar selalu hati-hati... Saya abaikan. Saya mau tidak mau menerima semua resiko walaupun kini saya tahu rasanya. Dunia itu kejam dan saya seharusnya tahu. Saya seharusnya mendengar setiap rambu yang ditujukan kepada saya. Rasanya? Marah. Sedih. Merasa bodoh. Semua menjadi satu. Saya kini tahu seperti apa diri anda yang sesungguhnya. Anda.... bukan hanya seorang, tapi kumpulan orang yang sejenis. Hah, ternyata, wajah kalian pun bukan hanya dua. Namun terbagi menjadi seratus. Kalian dengan eloknya berganti wajah pada setiap orang. Ternyata, mulut manis kalian tidak semanis yang selama ini saya dengar. Mulut kalian memang manis di depan saya, tapi pahit di belakang saya. Ternyata, kalian bahkan kejam antar sesama kalian. Sangat tidak manusiawi. Lalu, Apakah saya masih pantas menyebut kalian manusia? Kalian senang menyerang ora...

Penikmat Hujan

Langit Jakarta kian hari semakin menunjukkan kesedihannya. Matahari jarang menampakkan wujudnya dan angin berhembus lembut hingga terkadang rasanya seperti menusuk tulang. Gumpalan awan kelabu hilir mudik dengan percaya diri, tanpa mempedulikan para manusia yang mulai berlarian untuk melindungi diri. Hiruk-pikuk kota ini semakin riuh dengan rintikkan hujan yang hampir setiap sore menghujani daerah ini. Kapan terakhir kali saya (bahkan anda) mengajak hujan bermain? Sudah lama sepertinya... Kita semua dulu bermain hujan sebelum menyadari kalau dunia itu penuh kepura-puraan, tertawa lebar tanpa perlu takut penilaian orang lain, berlari dengan kaus kutang tanpa perlu merasa khawatir, mencuri-curi untuk makan permen sebanyak-banyaknya, hingga menangis karena terjatuh akibat kerikil kecil. Oh, dunia terasa indah ketika kita masih lugu. Tidak ada kebencian, tidak ada caci-maki, tidak mengenal perasaan aneh terhadap lawan jenis, yang ada hanya... Persahabatan dan kasih sayang. Saya rindu ...

Masa Lalu adalah Bayanganku. Apakah Kamu Termasuk?

Masa lalu bukan untuk dilupakan, bukan juga untuk selalu dikenang. Lantas buat apa? Masa lalu tidak semuanya indah memang, dan masa lalu yang menyakitkan lah yang membuat seseorang ingin melupakannya. Rasanya sedih, marah, lega, bahagia, entahlah... semuanya berkecamuk menjadi satu. Itu yang aku rasakan tentang masa laluku. Masa laluku tidak seperti masa lalu perempuan lainnya. Disaat para gadis cilik lainnya mampu bercengkrama bersama keluarganya, aku mempertanyakan apa arti keluarga sebenarnya? Apakah sebuah keluarga selalu diciptakan dari hubungan darah? Apakah ikatan batin dapat tercipta dari rasa peduli dan kasih sayang, walau sebenarnya tidak terikat secara darah? Aku berbicara seperti itu bukan karena aku tidak memiliki keluarga. Aku tidak merindukan kasih sayang, karena aku sudah mendapatkan luapan kasih sayang dari kedua orang tuaku. Aku bersyukur dilahirkan sebagai putri terkecil di dalam keluarga ini, memiliki kedua kakak yang tegas tetapi sangat menyayangiku. Aku tida...