Skip to main content

An Open Letter

Dear my friends,

This is my open letter about college life.

Saya akhir-akhir ini lebih banyak berdiam diri dan membaca buku. Lalu, memperluas pengetahuan saya dan menjalin hubungan dengan orang-orang baru, berusaha menjadi objektif ke setiap orang. Saya harus berterima kasih kepada beberapa orang karena telah menjadikan saya seperti sekarang ini, Nita yang bersiap-siap untuk menyambut usia kepala 2 sebentar lagi. Which means, saya perlahan-lahan berubah menjadi young adult. Bukan anak picisan lagi. Semoga. Hehe.

Semakin dewasa saya semakin sadar jika inner circle yang saya miliki semakin mengecil, dan saya bersyukur karena Tuhan telah memberikan orang-orang terbaik pilihan-Nya di dalam kehidupan saya. Semakin dewasa saya sadar jika tidak semua orang akan menjadi temanmu, beberapa akan ada yang menjadi musuhmu dan berusaha menggunjingkanmu. Semakin dewasa saya sadar jika terkadang semua hal tidak akan berjalan sesuai dengan keinginanmu. Semakin dewasa saya harus semakin menerima kenyataan-kenyataan itu.

Di dalam proses mendalami buku dan kepribadian manusia, saya sadar jika tidak ada gunanya bercerita ke manusia. Bodohnya, saya memang senang bercerita ke orang, setelah memilah mana porsi yang bisa diceritakan dan mana yang tidak. Saya bukan tipe manusia yang asal nyeblak. Ironisnya kini, bisa dikatakan semuanya berbalik kepada saya. Apa yang saya tidak pernah ceritakan ke orang, disebarkan seakan-akan sebagai cerita yang pernah saya sampaikan. Mereka membual tentang cerita-cerita saya. Mereka membiarkan orang lain berasumsi buruk terhadap saya.

Ini adalah hukuman dari Tuhan, karena mungkin saya belum menjadikan Tuhan sebagai sahabat terpercaya saya untuk berkeluh kesah. Nasi sudah menjadi bubur, bualan mereka sudah terlanjur tersebar dan dipercaya beberapa orang.

Apa yang ingin saya katakan di sini adalah, cerita itu TIDAK benar. Jangan percaya apa yang mereka bilang kecuali anda bertanya langsung ke saya. Beranikan diri anda untuk bertanya daripada termakan isu. Asumsi yang anda buat berbahaya untuk hubungan saya dengan orang-orang tercinta. Saya tidak ingin inner circle yang saya miliki kini hilang hanya karena penilaian anda yang berdasar tanpa fakta.

Semakin tinggi pohon, semakin banyak angin. I know that.

Xoxo,
Nita I. S.

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kehilangan, Melepaskan, dan Melupakan

People come and go. They could be a lesson or a blessing. Menjadi orang dewasa yang penuh tanggung jawab itu adalah sebuah ironi. Di satu sisi, sekarang aku bisa melakukan apapun yang dari dulu ingin aku lakukan. Di lain sisi, bebannya pun semakin menumpuk. Pekerjaan, mencari nafkah, menanggung hidup, waktu yang sedikit untuk berpelesir, dan juga relasi yang kian mengecil (entah apakah mengecil, atau kami semua hanya tidak bisa bertemu karena waktunya selalu bentrok). Aku bukanlah lagi Nita yang sama ketika aku memulai blog ini, dan aku bahkan berbeda dari diriku 5 tahun yang lalu. Kini usiaku akan beranjak 27 tahun, dan fase quarter life crisis  ini seperti tidak ada habisnya. Sudah 2 bulan terakhir ini, aku insomnia, sesak napas (bukan asma), tangan bergetar, dan selalu mengulang mimpi yang sama setiap harinya. Semua itu disebabkan oleh satu orang yang selalu muncul di dalam pikiran aku. Orang yang tidak mungkin untuk hadir kembali ke dalam hidup aku mungkin untuk selamanya. Kala...

Dear You, 2020

Halo, apa kabar? Mengapa kamu menjauh?  Saya salah apa? Apakah saya membuatmu risih? Apakah kamu membenci saya? Kamu terasa sangat jauh sekarang, tanpa aku bisa raih. Kita memang tidak saling menggenggam, namun aku tahu kita saling merasa. Ingin sekali saya bertanya berbagai hal kepadamu, termasuk pertanyaan-pertanyaan tadi. Saya harap kamu baik-baik saja, hidup dengan bahagia. Apakah mungkin, kamu seperti itu karena merasa kehilangan diri saya? Apakah mungkin, kamu sebenarnya memahami diri saya yang sesungguhnya, namun merasa saya mulai berubah? Apakah mungkin, kamu merasa asing dengan diri saya yang sekarang? Jika memang demikian, saya mulai menyadari sudah betapa jauhnya saya tersesat. Saya pun merasa asing dengan diri sendiri. Rasanya saya sudah melangkah jauh, dan saya takut sudah terlalu terlambat untuk kembali. Kamu menyadari perubahan saya sejak lama, dan kamu merasa asing dengan diri saya. Saya ingin meminta maaf, jika diizinkan. Saya ingin kembali berada di hidup kamu, ji...

Sarkas

Mungkin memang saya yang terlalu baik, saya yang bodoh, saya yang terlalu naif, dan saya yang selalu berpikir optimis. Semua ucapan orang yang memperingatkan agar selalu hati-hati... Saya abaikan. Saya mau tidak mau menerima semua resiko walaupun kini saya tahu rasanya. Dunia itu kejam dan saya seharusnya tahu. Saya seharusnya mendengar setiap rambu yang ditujukan kepada saya. Rasanya? Marah. Sedih. Merasa bodoh. Semua menjadi satu. Saya kini tahu seperti apa diri anda yang sesungguhnya. Anda.... bukan hanya seorang, tapi kumpulan orang yang sejenis. Hah, ternyata, wajah kalian pun bukan hanya dua. Namun terbagi menjadi seratus. Kalian dengan eloknya berganti wajah pada setiap orang. Ternyata, mulut manis kalian tidak semanis yang selama ini saya dengar. Mulut kalian memang manis di depan saya, tapi pahit di belakang saya. Ternyata, kalian bahkan kejam antar sesama kalian. Sangat tidak manusiawi. Lalu, Apakah saya masih pantas menyebut kalian manusia? Kalian senang menyerang ora...

Intermezzo: Naif atau Bodoh?

Andai dunia itu nggak sesulit yang kita rasakan, ya. Dunia itu nggak baik bukan karena 'dunia' itu sendiri kan? Tapi karena manusianya. Dunia menjadi kejam karena ulah mereka yang tidak bertanggung jawab. Orang-orang yang mengenal saya mengatakan jika ada batas tipis antara naif dan bodoh di dalam diri saya. Terlalu lugu untuk melihat ini semua, tetapi sebenarnya bodoh karena tidak mengerti apa-apa. Saya bersyukur, karena saya dikelilingi oleh orang-orang yang melindungi saya agar tetap menjadi diri saya yang sekarang. Maksudnya, seperti bunga lotus yang tidak akan pernah kotor walaupun hidup di kolam berlumpur. Mereka, teman-teman saya, tetap menjaga saya seperti itu. Namun, ada kalanya saya harus sendiri. Pertemanan itu nggak harus selalu bersama-sama, cukup sirat hati yang menyatukan ikatan pertemanan. Nah, ketika saya sendiri itu lah saya merasa... bodoh. Maksudnya, saya sering melakukan kecerobohan. Mungkin, apa karena saya terlalu dilindungi mereka? "Dia itu adala...

the 10 Years Journey of a Lover Girl

Because I know, there are not many people that read my blog as it used to be... I feel safe to write a personal thought here. About love, that shaped me into who I am today. It all began in July 2015, I was only 17 years old goin on 18. It was my first time in my uni pre-class, I thought we had a seminar at auditorium back then. I walked directly into the venue, and I saw him seating on the highest row. He wore navy long-shirt, black curly hair that seemed too long for a man, and a black glasses. I sat on the second row, directly below him. Alone. I took a glance at him, and found he sat with his friend. After the seminar, I forgot how it went... but I found myself talking to his friend, the one who sat beside him. He stood there too. I remember looking at his eyes, and it was the moment I felt as if the time stopped ticking. I prayed to God, "ya Allah, if this is Your will, please let me find him again on our next encounter." A month later, He answered my prayer. It was in A...