Skip to main content

Sebuah Refleksi

Setelah hampir 28 tahun hidup,
Aku mulai merasakan kedamaian tentang perjalanan diri ini.
Kemarahan, penyesalan, pengandaian, kedengkian...
Semuanya satu per satu mulai hilang.
Walaupun masih tersisa, setidaknya tidak sebesar dulu.
Aku mulai merasakan lega juga, walaupun masih diiringi air mata.

Ternyata, aku dicintai dan diinginkan.

Aku tidak sendirian, aku tidak dibuang, dan aku tidak ditinggalkan.

Perspektifku sebagai orang dewasa membuka banyak mata baru dari berbagai sisi. Mungkin dulu, memang itulah yang terbaik untuk dilakukan. Keputusan yang hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa, yang saat aku kecil tidak mengerti sama sekali dan merasa terkucilkan. Namun, tanpa keputusan para orang dewasa tersebut... aku tidak akan bisa berdiri sejauh ini.

Aku dulu adalah seekor itik buruk rupa, yang perlahan menjelma menjadi seekor angsa yang cantik, indah, dan kuat.

Ya, aku mulai menerima jalan hidupku.

Dulu, aku masih bertanya-tanya. Merasakan kemarahan dan ketidakadilan pada Tuhan. Namun, kini aku tahu Tuhan hanya mau yang terbaik buat umat-Nya. Bukan 'tidak,' melainkan 'nanti.' 'Nanti' itu dulu sudah berubah menjadi 'sekarang.' Ya, Tuhan akhirnya mulai menjawab doaku, setelah sebelumnya selalu mendengar curhatku, pertanyaanku, dan amarahku.

Anak kecil ini sudah menjadi dewasa sekarang. Kini aku paham, tidak ada orang dewasa di sekitarku yang dengan sengaja menimbulkan trauma dalam diriku. Manusia tidak ada yang sempurna, dan ketidak sempurnaan mereka tidak sengaja membuatku menjadi seperti saat ini. Sudah bukan saatnya aku menyalahkan mereka. Atau hidup. Atau Tuhan. Siapapun. Aku yang sudah dewasa berdiri atas kakiku sendiri, bertanggung jawab atas diriku sendiri, membentuk pribadiku sendiri, meyakini keputusan-keputusan dewasaku. 

Sekarang, akulah orang dewasa yang mendekap dan menenangkan diriku sendiri yang masih kecil. "Semuanya akan baik-baik saja," ucapku versi dewasa.

Ya, aku yakin, selama aku masih hidup semuanya akan baik-baik saja.

Tuhan, tolong berikan aku kekuatan untuk terus bertahan hidup, supaya tidak pernah menyerah dengan keadaan.

Thank you for raising me.
Thank you for loving me unconditionally.
Thank you for your endless support throughout my life.
Thank you for being the bestest I've ever had.
Thank you for giving me your hair.
Thank you for giving me your eyes.
Thank you for always keeping me in your heart.

Comments

Popular posts from this blog

Give and Take

What happens to teenager this day? What happens to Indonesian culture about polite, manner, and grace? It's so pathethic that now we rarely see it in our life. Let's take the easiest samples: 1. Menyela pembicaraan orang. 2. Make fun, laugh, yawn, stared hatefully toward the elders (it can be your lecturer or even your parent). 3. Being ignorance, arrogant. 4. This may be the simpliest sample of all... keluar / masuk ruangan tanpa ijin, main kabur,padahal sebenarnya bisa ijin dulu. etc. Some of the examples above are actually based on my observation in actual life. But then the question is: Can we live without polite, manner, and grace? Sekarang coba kalau dibalik. Kita jadi orang yang mendapatkan perlakuan yang tidak sopan. You feel uncomfortable, angry, sad, and insecure, don't you? Is that good? How can we have polite, manner, and grace? Well, I'm kind of person that believe in "Give and Take". Give and take is actually hands that help each oth...

Self Reflection

I haven't wrote anything. But will try to write... again. 4 tahun yang lalu, gue menuliskan tentang masa-masa menjadi maba  (mahasiswa baru) yang baru saja selesai melaksanakan PKKMB. Hari ini, beberapa teman angkatan 2015 sudah melaksanakan wisuda. Gue belum, semoga tahun depan mendapatkan giliran. Aamiin... Btw , entah mengapa pukul segini memang enak untuk menjadi sendu. Bukan sendu dalam konotasi negatif, tetapi cenderung ke arah positif. Tiba-tiba, jadi mengenang apa saja yang terjadi selama 4 tahun belakangan ini. Masa-masa di mana gue melepas seragam putih-abu, dan menggantinya dengan pakaian bebas. Malam ini menjadi sebuah renungan terhadap diri sendiri, atas apa yang telah dicapai, kesalahan, kebahagiaan, pertemanan, dan lain sebagainya. Katanya, kuliah adalah masa terakhir sebelum menghadapi dunia nyata. Katanya, semakin kita dewasa, kita cenderung menjadi realistis... mematikan cita-cita di dalam diri. Mematikan jiwa anak-anak yang ada di dalam hati. ...

Sarkas

Mungkin memang saya yang terlalu baik, saya yang bodoh, saya yang terlalu naif, dan saya yang selalu berpikir optimis. Semua ucapan orang yang memperingatkan agar selalu hati-hati... Saya abaikan. Saya mau tidak mau menerima semua resiko walaupun kini saya tahu rasanya. Dunia itu kejam dan saya seharusnya tahu. Saya seharusnya mendengar setiap rambu yang ditujukan kepada saya. Rasanya? Marah. Sedih. Merasa bodoh. Semua menjadi satu. Saya kini tahu seperti apa diri anda yang sesungguhnya. Anda.... bukan hanya seorang, tapi kumpulan orang yang sejenis. Hah, ternyata, wajah kalian pun bukan hanya dua. Namun terbagi menjadi seratus. Kalian dengan eloknya berganti wajah pada setiap orang. Ternyata, mulut manis kalian tidak semanis yang selama ini saya dengar. Mulut kalian memang manis di depan saya, tapi pahit di belakang saya. Ternyata, kalian bahkan kejam antar sesama kalian. Sangat tidak manusiawi. Lalu, Apakah saya masih pantas menyebut kalian manusia? Kalian senang menyerang ora...

That Fangirling Moment When They Talk About F1 (2.0)

I AM RIGHT! I'll present this post to who loves watching F1, to whoever that thinks that no one could break Vettel's record. JUST IN FACT: Max Verstappen is the youngest ever that won a race! Let's take a look back to the Spain GP, of course! I am so proud of my baby-rookie-cutie!! I mean, he's only 18! We are from 1997!! It will be difficult enough to break his record, EVER. (The Spain GP udah lewat lama..... and tomorrow will be the Canada GP, though.) As a huge fan of Sebastian Vettel (don't forget about his younger bro, Fabian) and as a long lost girlfriend of Lewis Hamilton... (sobbing) still and will always be theirs, of course. But I can't resist that I REALLY REALLY excited about Verstappen's achievement. I hope Vettel, Hamilton, Verstappen, or Ricciardo could win the Canada GP! It's enough for Rosberg, I guess. (What an evil mind of mine). As Indonesian, of course I ship Haryanto. I still have that believe. Hamilton came from GP2 once, b...

Intermezzo: Naif atau Bodoh?

Andai dunia itu nggak sesulit yang kita rasakan, ya. Dunia itu nggak baik bukan karena 'dunia' itu sendiri kan? Tapi karena manusianya. Dunia menjadi kejam karena ulah mereka yang tidak bertanggung jawab. Orang-orang yang mengenal saya mengatakan jika ada batas tipis antara naif dan bodoh di dalam diri saya. Terlalu lugu untuk melihat ini semua, tetapi sebenarnya bodoh karena tidak mengerti apa-apa. Saya bersyukur, karena saya dikelilingi oleh orang-orang yang melindungi saya agar tetap menjadi diri saya yang sekarang. Maksudnya, seperti bunga lotus yang tidak akan pernah kotor walaupun hidup di kolam berlumpur. Mereka, teman-teman saya, tetap menjaga saya seperti itu. Namun, ada kalanya saya harus sendiri. Pertemanan itu nggak harus selalu bersama-sama, cukup sirat hati yang menyatukan ikatan pertemanan. Nah, ketika saya sendiri itu lah saya merasa... bodoh. Maksudnya, saya sering melakukan kecerobohan. Mungkin, apa karena saya terlalu dilindungi mereka? "Dia itu adala...