Beberapa hari terakhir, aku hampir setiap hari bertemu ayah kandungku. Rasanya menyenangkan sekali, akhirnya bisa mengenal sosok beliau secara langsung. Kami banyak berbincang tentang berbagai hal. Salah satunya, beliau bertanya, "apa kamu pernah ikut teater?"
"Belum pernah. Tapi kalau bantu teman untuk tugas kuliah lumayan sering," jawabku.
"Tapi belum pernah main di atas panggung berarti?" tanya beliau.
"Belum, pa," jawabku lagi. "Sejak punya Gia, rasanya mimpiku banyak yang berubah. Targetku banyak yang nggak bisa terwujud. Aku kira, di saat Gia lebih besar, aku bisa kembali mencari apa yang aku mau. Tapi... aku punya Odie lagi. Apapun yang aku rencanakan di saat Gia mulai gede, nggak bisa aku lakukan lagi... karena aku masih punya bayi.
Dulu, aku mau jadi abnon. Tapi ternyata aku hamil Gia. Di saat Gia sudah lahir, mukaku penuh jerawat karena hormon. Nggak mungkin aku daftar kontes apapun. Di saat aku mulai kembali cantik, badanku mulai kurus, mukaku mulai kembali mulus... ternyata aku hamil Odie. Di saat aku mau coba daftar ASDFGHJKL, ternyata aku sudah terlalu tua untuk ikut.
Sebelum aku tau aku hamil Odie, aku sudah membeli formulir pendaftaran untuk S2-ku ke Kanada. Aku udah bayar 2 juta, dan mempersiapkan diri untuk ikut tes. Tapi... semuanya gagal, karena aku tau aku sedang hamil.
Aku.... sekarang ada di fase kehilangan jati diri lagi. Aku nggak tau aku mau apa, aku cuma jalani hidup aja. Aku senang sekali melukis dan menggambar, tapi... terakhir aku memegang kuas aja udah sebelum 2021, tahun-tahun selanjutnya hanya coretan jelek tanpa makna. Aku senang menulis, dan banyak sekali draft cerita yang sebenarnya bisa dijadikan novel. Tapi pas aku baca ulang, aku rapihkan sana-sini, akhirnya tidak selesai juga, karena... fokusku terbagi untuk mengurus anak. Akupun senang masak dan bikin kue, tapi seperti yang aku ceritakan ke papa, terakhir aku masak serius itu di 2019.
Aku nggak pakai pembantu sama sekali, dan walaupun aku dibantu orang tua untuk membesarkan anak, anak-anakku manjanya ke aku. Jadi aku rasa... aku akan jalani hidup aja dulu. Kerja dengan benar di tempat yang aku berada sekarang, sambil urus anak-anakku. Di kantorku, untungnya bisa WFA, kesetaraan gendernya sangat bagus, dan aku bisa bawa anakku untuk ikut aku kerja.
Mungkin ini namanya manusia... nggak pernah puas. Tapi, aku beneran mencoba jalani hidupku dulu aja. Aku nggak tau aku akan bagaimana 1 tahun lagi," kataku.
Papaku mengangguk-angguk mendengarku dan bilang, "Papa bangga sama kamu. Memang harusnya seperti itu. Mimpi dan kemauan papa dulu juga banyak, tapi realita hidup itu, ya, seperti ini. Gedein anak-anak kamu dulu, fokus dengan kerjaan kamu saat ini."
Aku benar-benar lagi fase kehilangan jati diri. Aku hidup, tapi aku mati. Nggak begitu banyak hal yang bisa menumbuhkan ambisiku, impianku, rasa senangku (beda konteks dengan senang ketika melihat anak-anakku).
This, too, shall pass.
***
Kemudian, papaku sering sekali mengatakan, "kamu cantik sekali."
Berkali-kali papa mengatakannya. Namun, aku akhirnya sempat mengaku ke beliau... wajah cantik ini adalah wajah yang sempat aku benci dan sangat ingin operasi plastik karenanya.
Ternyata, wajah cantik ini adalah warisan dari ibu papaku, alias nenekku. Tubuh tinggi ini juga warisan dari keluarga papaku. Keberanianku, ambisiku, uletku, juga diwarisi dari keluarga papaku.
***
Setelah aku bertemu papaku, rasanya semua luka telah hilang. Aku jadi bisa mengerti ternyata banyak sekali yang sayang sama aku. Mungkin, selama ini aku hanya memikirkan aku sebagai korban sehingga rasanya selalu sakit hati dan sedih. Kini, aku, Nita dewasa, telah memeluk Nita kecil. Tangki cintaku semakin penuh...
Walaupun saat ini aku masih mencari jati diriku lagi setelah menjadi seorang ibu, setidaknya aku yakin, aku masih punya banyak sosok yang akan menemaniku.
Life is hard, but it is worth living.
Comments
Post a Comment