Skip to main content

Midnight Babbling 3.0

Beberapa hari terakhir, aku hampir setiap hari bertemu ayah kandungku. Rasanya menyenangkan sekali, akhirnya bisa mengenal sosok beliau secara langsung. Kami banyak berbincang tentang berbagai hal. Salah satunya, beliau bertanya, "apa kamu pernah ikut teater?"

"Belum pernah. Tapi kalau bantu teman untuk tugas kuliah lumayan sering," jawabku.

"Tapi belum pernah main di atas panggung berarti?" tanya beliau.

"Belum, pa," jawabku lagi. "Sejak punya Gia, rasanya mimpiku banyak yang berubah. Targetku banyak yang nggak bisa terwujud. Aku kira, di saat Gia lebih besar, aku bisa kembali mencari apa yang aku mau. Tapi... aku punya Odie lagi. Apapun yang aku rencanakan di saat Gia mulai gede, nggak bisa aku lakukan lagi... karena aku masih punya bayi.

Dulu, aku mau jadi abnon. Tapi ternyata aku hamil Gia. Di saat Gia sudah lahir, mukaku penuh jerawat karena hormon. Nggak mungkin aku daftar kontes apapun. Di saat aku mulai kembali cantik, badanku mulai kurus, mukaku mulai kembali mulus... ternyata aku hamil Odie. Di saat aku mau coba daftar ASDFGHJKL, ternyata aku sudah terlalu tua untuk ikut.

Sebelum aku tau aku hamil Odie, aku sudah membeli formulir pendaftaran untuk S2-ku ke Kanada. Aku udah bayar 2 juta, dan mempersiapkan diri untuk ikut tes. Tapi... semuanya gagal, karena aku tau aku sedang hamil.

Aku.... sekarang ada di fase kehilangan jati diri lagi. Aku nggak tau aku mau apa, aku cuma jalani hidup aja. Aku senang sekali melukis dan menggambar, tapi... terakhir aku memegang kuas aja udah sebelum 2021, tahun-tahun selanjutnya hanya coretan jelek tanpa makna. Aku senang menulis, dan banyak sekali draft cerita yang sebenarnya bisa dijadikan novel. Tapi pas aku baca ulang, aku rapihkan sana-sini, akhirnya tidak selesai juga, karena... fokusku terbagi untuk mengurus anak. Akupun senang masak dan bikin kue, tapi seperti yang aku ceritakan ke papa, terakhir aku masak serius itu di 2019.

Aku nggak pakai pembantu sama sekali, dan walaupun aku dibantu orang tua untuk membesarkan anak, anak-anakku manjanya ke aku. Jadi aku rasa... aku akan jalani hidup aja dulu. Kerja dengan benar di tempat yang aku berada sekarang, sambil urus anak-anakku. Di kantorku, untungnya bisa WFA, kesetaraan gendernya sangat bagus, dan aku bisa bawa anakku untuk ikut aku kerja.

Mungkin ini namanya manusia... nggak pernah puas. Tapi, aku beneran mencoba jalani hidupku dulu aja. Aku nggak tau aku akan bagaimana 1 tahun lagi," kataku.

Papaku mengangguk-angguk mendengarku dan bilang, "Papa bangga sama kamu. Memang harusnya seperti itu. Mimpi dan kemauan papa dulu juga banyak, tapi realita hidup itu, ya, seperti ini. Gedein anak-anak kamu dulu, fokus dengan kerjaan kamu saat ini."

Aku benar-benar lagi fase kehilangan jati diri. Aku hidup, tapi aku mati. Nggak begitu banyak hal yang bisa menumbuhkan ambisiku, impianku, rasa senangku (beda konteks dengan senang ketika melihat anak-anakku).

This, too, shall pass.

***

Kemudian, papaku sering sekali mengatakan, "kamu cantik sekali."

Berkali-kali papa mengatakannya. Namun, aku akhirnya sempat mengaku ke beliau... wajah cantik ini adalah wajah yang sempat aku benci dan sangat ingin operasi plastik karenanya.

Ternyata, wajah cantik ini adalah warisan dari ibu papaku, alias nenekku. Tubuh tinggi ini juga warisan dari keluarga papaku. Keberanianku, ambisiku, uletku, juga diwarisi dari keluarga papaku.

***

Setelah aku bertemu papaku, rasanya semua luka telah hilang. Aku jadi bisa mengerti ternyata banyak sekali yang sayang sama aku. Mungkin, selama ini aku hanya memikirkan aku sebagai korban sehingga rasanya selalu sakit hati dan sedih. Kini, aku, Nita dewasa, telah memeluk Nita kecil. Tangki cintaku semakin penuh...

Walaupun saat ini aku masih mencari jati diriku lagi setelah menjadi seorang ibu, setidaknya aku yakin, aku masih punya banyak sosok yang akan menemaniku.

Life is hard, but it is worth living.

Comments

Popular posts from this blog

Catatan Kuliah (Kami): 4

4 When the skies are blue, to see you once again... my love Anya's side Sudah dua bulan aku berkuliah. Masih terasa menyenangkan, semua terasa indah, apalagi karena ada Skan setiap hari (kami berada di kelas yang sama hampir di setiap mata kuliah, yay !!!). Duh, jangan bicarakan Skan lagi, deh! Aku pusing hampir setiap detik aku memikirkannya! Nggak bisa, ya, kalau dia pergi sejenak saja dari pikiranku? Duh, susah ya, tidak memikirkan orang yang berada di kelas yang sama hampir setiap harinya? Karena telah menjadi teman sekelas, kami memang lebih banyak berbincang, berdiskusi, berbincang, berdiskusi... yah, sebatas itu saja. Monoton memang. Akupun merasa bersyukur masih bisa bernapas di hadapannya. Omong-omong, aku baru menyadari jika Skan itu sangat pintar. Jenius malah. Entah mengapa aku merasa iri dengan kepintaran Skan. Dibandingkan aku? Cuih, aku hanya buih di lautan. Dia sebagai lautannya, tentu. Kami sering bertukar opini tentang kasus yang diberikan d...

Dear You, 2020

Halo, apa kabar? Mengapa kamu menjauh?  Saya salah apa? Apakah saya membuatmu risih? Apakah kamu membenci saya? Kamu terasa sangat jauh sekarang, tanpa aku bisa raih. Kita memang tidak saling menggenggam, namun aku tahu kita saling merasa. Ingin sekali saya bertanya berbagai hal kepadamu, termasuk pertanyaan-pertanyaan tadi. Saya harap kamu baik-baik saja, hidup dengan bahagia. Apakah mungkin, kamu seperti itu karena merasa kehilangan diri saya? Apakah mungkin, kamu sebenarnya memahami diri saya yang sesungguhnya, namun merasa saya mulai berubah? Apakah mungkin, kamu merasa asing dengan diri saya yang sekarang? Jika memang demikian, saya mulai menyadari sudah betapa jauhnya saya tersesat. Saya pun merasa asing dengan diri sendiri. Rasanya saya sudah melangkah jauh, dan saya takut sudah terlalu terlambat untuk kembali. Kamu menyadari perubahan saya sejak lama, dan kamu merasa asing dengan diri saya. Saya ingin meminta maaf, jika diizinkan. Saya ingin kembali berada di hidup kamu, ji...

Sarkas

Mungkin memang saya yang terlalu baik, saya yang bodoh, saya yang terlalu naif, dan saya yang selalu berpikir optimis. Semua ucapan orang yang memperingatkan agar selalu hati-hati... Saya abaikan. Saya mau tidak mau menerima semua resiko walaupun kini saya tahu rasanya. Dunia itu kejam dan saya seharusnya tahu. Saya seharusnya mendengar setiap rambu yang ditujukan kepada saya. Rasanya? Marah. Sedih. Merasa bodoh. Semua menjadi satu. Saya kini tahu seperti apa diri anda yang sesungguhnya. Anda.... bukan hanya seorang, tapi kumpulan orang yang sejenis. Hah, ternyata, wajah kalian pun bukan hanya dua. Namun terbagi menjadi seratus. Kalian dengan eloknya berganti wajah pada setiap orang. Ternyata, mulut manis kalian tidak semanis yang selama ini saya dengar. Mulut kalian memang manis di depan saya, tapi pahit di belakang saya. Ternyata, kalian bahkan kejam antar sesama kalian. Sangat tidak manusiawi. Lalu, Apakah saya masih pantas menyebut kalian manusia? Kalian senang menyerang ora...

2014. New Things. Angel.

Hellaaaauuuuuu fellas! Finally, bisa inget password blog iniiii! Sedih deh rasanya gara-gara lupa password hal-hal yang pengen gue curhatin jadi tertunda gitu. Padahal... OMG. Udah ketinggalan jauh banget. So. Kudet. Mungkin percakapan kita dimulai dengan kehadiran seorang malaikat kecil yaa.. Allah telah memberikan malaikat kecilnya di antara keluarga gue. Malaikat yang sangat cantik, lucu, pintar, dan benar-benar disayangi semua orang. How could we hate an angel? Namanya adalah... Alexandria Keirra Averdi. Panggilannya adalah Rara. She's actually my niece who was born in Juily 15th 2013. Rara is the most beautiful creature on this planet. Gue yakin Rara akan tumbuh jadi cewek yang sangat cantik lahir dan batin nantinya. Sekarang Rara sudah berusia 9 bulan dan.... banyak banget sikapnya yang menggemaskan. Dia udah bisa dadah-dadah, menggumam nggak jelas gitu, terus seneeeeeng banget ketawa. OMG Rara itu adalah bayi yang paling lucu yang pernah ...

Catatan Kuliah (Kami): 2

2. When life is full of chemistry Skan's Side Hari itu, aku meminta Piyo mencarikan wanita untukku. Dia yang duduk di sebelah kananku hanya mengangguk-angguk sekilas, seakan-akan berucap, " Bro , kalau ada wanita cantik... pasti sudah gue ambil duluan, lah!" Yup, men. Namun tiba-tiba, Piyo mengguncangkan bahuku seraya menunjuk seseorang yang berdiri di depan kelas. Wanita. Tinggi. Berkacamata. Rambut diikat asal. Pakai kemeja putih. Pakai celana jins biru muda. Pakai sepatu boots . "Tipe lo," ucap Piyo singkat. "Gue nggak pernah lihat dia," kataku bertanya-tanya. "Berarti dia jarang ikut acara di kampus juga, Skan. Sama kaya kita. Datang kalau cuma ada yang penting," jawab Piyo acuh tak acuh. Dia memang sama sepertiku. Jarang datang, tinggi, keren, incaran wanita pokoknya. Aku memerhatikannya dengan seksama. Entahlah... dia memang lumayan. Sekilas dia memang memiliki perawakan yang sama denganku. Sedang apa...