Skip to main content

Mba Tita & Mba Andes

Gue baru aja ngebaca blog kakak gue yang pertama, Mba Tita,
Dia adalah kakak pertama gue yang super galak, super ngangenin, yang bikinin email pertama gue, yang bikinin Friendster (Hahahaha waktu itu masih hits banget), yang bikinin Facebook, yang sama-sama sibuk di dunia masing-masing kalau udah di pameran buku, yang ngasih latihan-latihan soal Try Out yang tebalnya mungkin 2 rim buat latihan ujian, dan yang paling hobi baking. Mba Tita is the one who taught me to bake, too, beside my Mom. And... She said that I am the one who love to eat among Mom and Mba Andes. Yeah, right.. I'd never get tired of being your kelinci percobaan with your recipes, sis.

Jadi di blognya, Mba Tita pernah posting tulisan dia berantem sama pacarnya dulu (which her husband, now) sampai di-screencapture di blognya, loh. Di tulisan itu Mba Tita sampai menangis semalaman karena udah sebel banget, dan bangun dengan muka yang sembap. *Sebenarnya agak amazed gitu, dulu gue, Mba Tita, Mba Andes selalu tidur di kamar yang sama. Tapi... Kok gue nggak ngeh ya kalau dia menangis over a boy?!?!??*

Lucu baca blognya. Sumpah ketawa sendiri.

My lovely, annoying, fierce biggest sissy is actually sensitive enough if it's about boy.

Di tulisan itu Mba Tita mengutip kalimat Mba Andes (gara-gara Mba Tita menangis semalaman):
"Cuma gara-gara itu?!?!?!?! Penting banget..."

Hahahaha.

Yup, setelah baca blognya gue juga mikir kaya gitu. Crying over boys all night long?! COME ON! Okay, to cry is normal. But not so normal anymore if it's just because a simple arguments. What the...

I don't know what she was thinking. But I'm actually glad enough that Mba Tita and Mas Ben can get over it and they become the happy little family with two beautiful daughters. Hihi.

Now, let's talk about Mba Andes.

I thought Mba Andes is more galak than Mba Tita, but I was wrong (Mba Tita is a real evil lovely Queen). Mba Andes juga galak, tetapi kalimat galaknya bisa berubah menjadi sesuatu yang sarkastik dan pada akhirnya... Lucu. Jadi Mba Andes nggak pernah bikin gue baper kalau dimarahin, karena cara marahin Mba Andes itu nggak bikin nyelekit.

Sejak Mba Tita menikah dengan Mas Ben, di rumah tinggal gue dan Mba Andes. I think our bond get tighter than before karena ini. Mba Andes adalah medium antara gue dan Mama yang seriiiing banget salah paham. Biasanya, gue udah menangis karena nggak sanggup lagi berucap apa-apa ke beliau. Takut, serba salah. Dan..... Mba Andes pun datang sebagai malaikat penyelamat. Mungkin karena jarak usia antara Mama dan gue terlalu jauh, beliau tidak mengerti jalan pikiran anak-anak 2000an sedangkan gue menganggap cara berpikir beliau terlalu kuno. Mba Andes, yang sebenarnya memang jarak usianya ke gue juga jauh, alhamdulillah bisa mengerti gue. Dan pada akhirnya Mba Andes ngomong, "Kamu karena gitu aja nangis? Payah..."

Mba Andes knows how to deal with me, and I love being her toy. Toy, literally. Hobi dia adalah tibanin badan gue lah, kelitikin gue, umpetin kaca mata di dalam oven karena gue dulu suka taro sembarangan, duduk di pangkuan gue, dandanin gue jadi badut, dan sibling activity lainnya. And once again I'll say.. I love it. Seenggaknya baik gue dan dia tidak merasa kesepian karena Mba Tita telah menikah.

Yes, Mba Andes is that tough tomboy girl among three of us.

And now... Let's talk about me.

I don't consider my self as a tomboy or a feminine one.

Some people said that I'm a tomboy because I love getting my hair short, wearing boots, have this classic edgy style, and mostly I wear black / gray. The rest people said that I'm a feminine because I love getting my nail done, have a lot of cute stuffs, love Hello Kitty, and love doing experiment with make up.

But seriously, I am just what I am. I dressed to the most comfortable and I don't follow the trend.

Maybe, as the youngest among my sisters, I'm feeling like I'm a mixed of them. I know how to bake and doing make up because of Mba Tita, while I'm getting this "what so ever, no one can make you sad" look from Mba Andes. So... I'm both of them. I'm feeling so lucky because I used to be that ugly ducking girl among my sissies. But I think, I've became a white swan now... Just like them. I love both of them and I'm proud to be their sister. Each of them taught me to be tough and independent in different ways.

Mba Tita and Mba Andes once said, three of us lucky to have a mother like Momma. Well, Momma is a kind of person who's hard to guess and it makes three of us buat mampu menebak perasaan beliau. Karena itu, membaca sifat dan gerak-gerik orang lain adalah hal yang normal bagi kami bertiga.

Well now, since both are living their own little family and I'm the one who being left, I am getting mature than before. Yes, I act like a 5 y/o girl in my family, but I am completely a 18 y/o girl in the crowd. Thank you for making me like this, sis. I love you, forever & always.

Ps: still thinking that crying over boy for a simple problem is a big NO.

Comments

Popular posts from this blog

Pancasila, Nasionalisme, dan Eyangkung

Mungkin Eyangkung (Eyang Kakung, Kakek dalam bahasa Jawa) benci disebut-sebut sebagai pahlawan. Tapi, memang kenyataannya begitu. Tidak akan ada Indonesia tanpa Eyangkung dan para pahlawan yang lain. Eyangkung saya bernama Eyang Toegijo Kartosandjojo, beliau lahir di Solo pada 17 Agustus 1919. Eyangkung bersekolah di Neutrale H. I. S Solo dan beliau berprestasi di sekolahnya. Karena prestasi itulah beliau dibebaskan dari les persiapab masuk M. U. L. O. dan pada akhirnya beliau berhasil masuk tanpa melalui tes ujian masuk. Sebagai cucu kesekian, saya sangat bangga mempunyai sosok Eyangkung. Karena beliau, saya selalu bersumpah akan membawa nama baik keluarga. Saya nggak mau menjelekkan nama baik keluarga besar, saya nggak mau dibilang, "cucu pahlawan kok seperti itu?" (Walaupun saya ini memang tergolong bandel sih, cuma bandelnya masih sebatas wajar). Walaupun beliau wafat setahun sebelum saya lahir, banyak cerita yang sudah saya dengar maupun foto-foto beliau yang saya l...

dududu

If we were real, Would you feel any bless? Would you give us the chance? Would you stay when I ask? If we were real, Could I feel jealous of the other girl? Could I smile everytime you call? Could I ask you to feel the way I feel? Because if we were real, I would always keep you safe. I would keep you by my side. I would miss to hug you tight. I would make you smile and laugh. Because if we were real, It is like a dream come true. To have someone as strong as I am by my side. To have someone smarter than I am. To have someone braver than I am. Because if we were real, It is like having two alphas become one. United as a double power. United as a one true pairing. United as a one heart.

Art (part n)

The night is becoming my enemy right now. It is collided between what I feel deep in the heart and what I think deep in the mind. I do live in world that is no fairytale exist. Pathethic. Human lives by expecting on someone else, thus they expect too high. When she / he can not be something or someone they wished to be, they get mad. You will be nagged every single hours, hearing those non stop harsh words. Are we wrong for being here? To live in this same world and to breathe the same air? Deep in the mind, I hate to live in this world. I hate to grow up. I hate to have a lot of responsibilities. I just want to be kids again. To play all day long until you run out of air, and just ignore the adults words without getting worry. But in the other side, Lately for the past 6 months, I have found a new inspiration. Of someone that I don't brave to say out loud. Of someone that easily slips to become the new art. He is the most beautiful art, a thing that easily distract me from hi...

Sarkas

Mungkin memang saya yang terlalu baik, saya yang bodoh, saya yang terlalu naif, dan saya yang selalu berpikir optimis. Semua ucapan orang yang memperingatkan agar selalu hati-hati... Saya abaikan. Saya mau tidak mau menerima semua resiko walaupun kini saya tahu rasanya. Dunia itu kejam dan saya seharusnya tahu. Saya seharusnya mendengar setiap rambu yang ditujukan kepada saya. Rasanya? Marah. Sedih. Merasa bodoh. Semua menjadi satu. Saya kini tahu seperti apa diri anda yang sesungguhnya. Anda.... bukan hanya seorang, tapi kumpulan orang yang sejenis. Hah, ternyata, wajah kalian pun bukan hanya dua. Namun terbagi menjadi seratus. Kalian dengan eloknya berganti wajah pada setiap orang. Ternyata, mulut manis kalian tidak semanis yang selama ini saya dengar. Mulut kalian memang manis di depan saya, tapi pahit di belakang saya. Ternyata, kalian bahkan kejam antar sesama kalian. Sangat tidak manusiawi. Lalu, Apakah saya masih pantas menyebut kalian manusia? Kalian senang menyerang ora...