Skip to main content

Dear Momma (2.0)

And eventually I'm just a scared little lady.

The super sensitive one when people talked about "family bond."

I would cry easily on my Momma's lap when we had a deep conversation. She's my hero, my wonderwoman. The one who rescued me in my lowest. The one who protected me whenever I needed her.

So, two days ago we had a deep conversation. It was about manner.

"Kamu mbok ya jangan ngomong sama Mama kaya gitu.. nanti dosa," she said when we got started. I was standing beside her while she sat on the sofa. We were talking about the latest movie actually -not the deep conversation, yet-. "Kalo ngomong sama orang tua, apalagi sama Mama, jangan sampe Mama harus mengadah liat kamu... Tatapan mata kita sejajar aja udah salah..."

I was like... krik. Speechless.

"Justru dari dulu kepala Mama lebih rendah daripada kepala Eyangti, lho. Nanti kualat kamu kaya gitu, De... Mama dari dulu mau ingetin kamu tapi lupa terus. Tiap abis shalat, mau makan, mau tidur, tapi selalu lupa. Ini mumpung Mama inget."

*Entah malaikat apa yang merasuki saya, entah Tuhan telah memberikan saya hidayah atau semacamnya... Seketika saya langsung terngiang setiap perilaku saya yang beliau tegur. Hampir setiap kali seperti itu, tanpa saya sadari. Entah ketika mau pamit kuliah saya membungkuk untuk mencium beliau -saya baru menyadari seharusnya saya bertumpu pada lutut di depan beliau yang duduk, bukan sekedar salaman.. pamit.. cus kuliah-.

Saya merasa sangat berdosa... Karena saya tidak tahu ternyata perilaku sesederhana tersebut ternyata membuat beliau kecewa.*

And suddenly... My sight was getting blurry, the tears dropped slowly from my eyes, and all I did were hug her tight. I couldn't say anything but, "Sorry, Mom... I don't know that I'm not supposed to do that..."

She almost cried too because I could heard her voice was a little bit husky while she said, "Yes, it's okay, Honey. Momma knows you didn't do it on purpose."

"I promise that I will never do that again, Mom," I said. Still in tears and didn't brave enough to see her eyes or I would more hysterically tearing.

She didn't say anything but she hugged me too. Tightly. Super tightly.

Since that day I change my self to be better, to make her proud of me.

***

2nd story. Still about Mom.

Happened yesterday.

So I was sleeping comfortably under my blanket when suddenly a nightmare came. I dreamed that Momma died and she was replaced by someone.... -my aunt, I guess- but really looked like Momma's twin. But only, Momma has short hair and this aunt has a really long hair.

In my dream, since Momma died, this aunt took care of me very well. She was being Momma though she couldn't. This aunt was really nice and caring lady but to me, no one could replace Momma's place.

I was kind of hate this aunt and I was always yelling at her though she never yelled at me. I thought she knew that I wasn't really mean it nor hate her.

The climax was when I couldn't stay any longer and I decided to ran away from home. "I AM TRYING TO BE YOUR MOM! I DON'T HATE YOU! WHAT SHOULD I DO TO MAKE YOU ACCEPT ME?! I AM TRYING TO MAKE YOU HAPPY!" she yelled while I tied my shoes up. That was the first time she yelled at me. I ignored her and then left her. I could heard her slammed the front door and went straight to the room. I heard her cry.

My heart got softened. After all this time since Momma died, she patiently took care of me. I realized that I was not really hate her, I just hate my condition because she died when I really needed her. This aunt would never be my Momma.

Then I walked to the window and knocked it. "Momma?" I called her softly, for the first time. I didn't knew why I called her Momma.

"Yes?" She answered and came slowly to the window.

"I am really sorry. I don't really hate you. I don't know what's going on with me. It's so hard to accept you but once again... I don't hate you," I said.

"Yeah, I know," she answered.

"I am sorry... But right now I can't accept your presence. You're not my Momma and you won't never be her. But I don't want you to leave me. I love you but not as my Momma. I want you to take care of me like Momma did, and I think it's gonna take awhile until I can be the normal Nita. I am sorry to be this tempered girl," I said with blurry eyes. The tears came down to my face.

She cried and opened the window. She forgave me and eventually we cried while hugging each other.

Suddenly....

I was realized by something....

This story was a dream!

YES.
IT WAS JUST A DREAM!!!

Momma's still alive and nothing's real!!

I was trying so hard to wake up in the hope of seeing Momma again. I must get up!!

And....

Finally, I did it. I could open up my eyes and moved my body.

I felt my face were full of tears and I was still crying, I was really sweaty. Slowly, I crawled up to the edge of the bed.. sat.. and opened the door. I was looking for Momma to make sure that she's alive.

And...

Yes, she was watching TV when I walked toward her. "Why are you awake, dear? Why are your face look really sad? What happened?" she asked curiously.

The next thing I knew was... I started to tell her my whole dream, still in teary mode, while hugging her.

Finally, I spent the night right next to her and fell asleep in her arms.

***

THE END.

Comments

Popular posts from this blog

Catatan Kuliah (Kami): 4

4 When the skies are blue, to see you once again... my love Anya's side Sudah dua bulan aku berkuliah. Masih terasa menyenangkan, semua terasa indah, apalagi karena ada Skan setiap hari (kami berada di kelas yang sama hampir di setiap mata kuliah, yay !!!). Duh, jangan bicarakan Skan lagi, deh! Aku pusing hampir setiap detik aku memikirkannya! Nggak bisa, ya, kalau dia pergi sejenak saja dari pikiranku? Duh, susah ya, tidak memikirkan orang yang berada di kelas yang sama hampir setiap harinya? Karena telah menjadi teman sekelas, kami memang lebih banyak berbincang, berdiskusi, berbincang, berdiskusi... yah, sebatas itu saja. Monoton memang. Akupun merasa bersyukur masih bisa bernapas di hadapannya. Omong-omong, aku baru menyadari jika Skan itu sangat pintar. Jenius malah. Entah mengapa aku merasa iri dengan kepintaran Skan. Dibandingkan aku? Cuih, aku hanya buih di lautan. Dia sebagai lautannya, tentu. Kami sering bertukar opini tentang kasus yang diberikan d...

Dear You, 2020

Halo, apa kabar? Mengapa kamu menjauh?  Saya salah apa? Apakah saya membuatmu risih? Apakah kamu membenci saya? Kamu terasa sangat jauh sekarang, tanpa aku bisa raih. Kita memang tidak saling menggenggam, namun aku tahu kita saling merasa. Ingin sekali saya bertanya berbagai hal kepadamu, termasuk pertanyaan-pertanyaan tadi. Saya harap kamu baik-baik saja, hidup dengan bahagia. Apakah mungkin, kamu seperti itu karena merasa kehilangan diri saya? Apakah mungkin, kamu sebenarnya memahami diri saya yang sesungguhnya, namun merasa saya mulai berubah? Apakah mungkin, kamu merasa asing dengan diri saya yang sekarang? Jika memang demikian, saya mulai menyadari sudah betapa jauhnya saya tersesat. Saya pun merasa asing dengan diri sendiri. Rasanya saya sudah melangkah jauh, dan saya takut sudah terlalu terlambat untuk kembali. Kamu menyadari perubahan saya sejak lama, dan kamu merasa asing dengan diri saya. Saya ingin meminta maaf, jika diizinkan. Saya ingin kembali berada di hidup kamu, ji...

Self Reflection

I haven't wrote anything. But will try to write... again. 4 tahun yang lalu, gue menuliskan tentang masa-masa menjadi maba  (mahasiswa baru) yang baru saja selesai melaksanakan PKKMB. Hari ini, beberapa teman angkatan 2015 sudah melaksanakan wisuda. Gue belum, semoga tahun depan mendapatkan giliran. Aamiin... Btw , entah mengapa pukul segini memang enak untuk menjadi sendu. Bukan sendu dalam konotasi negatif, tetapi cenderung ke arah positif. Tiba-tiba, jadi mengenang apa saja yang terjadi selama 4 tahun belakangan ini. Masa-masa di mana gue melepas seragam putih-abu, dan menggantinya dengan pakaian bebas. Malam ini menjadi sebuah renungan terhadap diri sendiri, atas apa yang telah dicapai, kesalahan, kebahagiaan, pertemanan, dan lain sebagainya. Katanya, kuliah adalah masa terakhir sebelum menghadapi dunia nyata. Katanya, semakin kita dewasa, kita cenderung menjadi realistis... mematikan cita-cita di dalam diri. Mematikan jiwa anak-anak yang ada di dalam hati. ...

Catatan Kuliah (Kami): 2

2. When life is full of chemistry Skan's Side Hari itu, aku meminta Piyo mencarikan wanita untukku. Dia yang duduk di sebelah kananku hanya mengangguk-angguk sekilas, seakan-akan berucap, " Bro , kalau ada wanita cantik... pasti sudah gue ambil duluan, lah!" Yup, men. Namun tiba-tiba, Piyo mengguncangkan bahuku seraya menunjuk seseorang yang berdiri di depan kelas. Wanita. Tinggi. Berkacamata. Rambut diikat asal. Pakai kemeja putih. Pakai celana jins biru muda. Pakai sepatu boots . "Tipe lo," ucap Piyo singkat. "Gue nggak pernah lihat dia," kataku bertanya-tanya. "Berarti dia jarang ikut acara di kampus juga, Skan. Sama kaya kita. Datang kalau cuma ada yang penting," jawab Piyo acuh tak acuh. Dia memang sama sepertiku. Jarang datang, tinggi, keren, incaran wanita pokoknya. Aku memerhatikannya dengan seksama. Entahlah... dia memang lumayan. Sekilas dia memang memiliki perawakan yang sama denganku. Sedang apa...

Sarkas

Mungkin memang saya yang terlalu baik, saya yang bodoh, saya yang terlalu naif, dan saya yang selalu berpikir optimis. Semua ucapan orang yang memperingatkan agar selalu hati-hati... Saya abaikan. Saya mau tidak mau menerima semua resiko walaupun kini saya tahu rasanya. Dunia itu kejam dan saya seharusnya tahu. Saya seharusnya mendengar setiap rambu yang ditujukan kepada saya. Rasanya? Marah. Sedih. Merasa bodoh. Semua menjadi satu. Saya kini tahu seperti apa diri anda yang sesungguhnya. Anda.... bukan hanya seorang, tapi kumpulan orang yang sejenis. Hah, ternyata, wajah kalian pun bukan hanya dua. Namun terbagi menjadi seratus. Kalian dengan eloknya berganti wajah pada setiap orang. Ternyata, mulut manis kalian tidak semanis yang selama ini saya dengar. Mulut kalian memang manis di depan saya, tapi pahit di belakang saya. Ternyata, kalian bahkan kejam antar sesama kalian. Sangat tidak manusiawi. Lalu, Apakah saya masih pantas menyebut kalian manusia? Kalian senang menyerang ora...