Skip to main content

LGBT is our Family and Friends

"LGBT bukan budaya Indonesia."

Unfortunately, yes I agree with that.

But it's stupid when people said, "Stop LGBT."

Now, let's see. Being a Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender is not what they expected to be. Sesuai post gue sebelumnya, LGBT bisa terjadi karena trauma ataupun masalah lainnya.

LGBT people looks exactly like us. Masih makan nasi, hidup di bumi, sekolah, kerja, so why we mock them?

Sekarang gini deh... Kita, as straight people, pernah nggak sih mendengar kalimat, "Kalau kamu berusaha membenci orang yang kamu cintai, kamu justru semakin mencintainya." Saya rasa kalimat itu berlaku juga untuk para LGBT. Bagaimana mungkin bagi kita untuk membenci orang yang kita sayang? Jadi kenapa kalian, yang menolak aksi LGBT, secara tidak langsung mengintimidasi mereka?

Memang wajar Indonesia sebagai negara mayoritas muslim menentang keberadaan LGBT, lantas apa kita harus menyakiti hati mereka? Kalau dilihat.. apa mereka menyerang kita? Apa mereka mengatai kita? Saya rasa kisah kaum Nabi Luth dan LGBT di Indonesia cukup berbeda.

Menurut saya, LGBT di Indonesia selama ini tetap underground, tersembunyi dibalik kehidupan normal rakyat ini. Mereka tidak menghasut kita untuk menjadi salah satu bagian dari mereka, mereka tidak pula memusuhi kita. LGBT juga punya hak untuk hidup dan hak-hak asasi lainnya, dan kita nggak boleh seenaknya merenggut hak itu dari mereka. Dan menurut saya, tentang isu LGBT yang sedang meruak di masyarakat, kaum LGBT mulai menyuarakan hak mereka karena selama ini masyarakat kita mengolok-olok keberadaan mereka. Kalau kita hidup berdampingan, damai, dan bisa saling toleransi, semua ini nggak bakal jadi se-lebay sekarang.

Jadi...
Sekali lagi,
Berhentilah jadi masyarakat yang mudah tersulut (apalagi di dunia maya). Jangan melihat masalah LGBT sebagai orang ketiga, tapi coba pahami jika anda ada di posisi mereka dan hidup dalam penuh cacian.

World is better with peace.

Comments

Popular posts from this blog

My Journey With Dogs

Kali ini gue akan menulis tentang persahabatan antara manusia dengan binatang. Terkadang (sering kali malah), binatang itu lebih berkemanusiaan daripada manusia itu sendiri. Keluarga gue adalah pecinta binatang. Dari jaman Eyang, Om, Tante, Mama, hingga gue... kami semua pecinta binatang. Segala jenis binatang pernah kami pelihara seperti, burung hantu, angsa, burung warna-warni (nggak tau namanya apa), kucing, monyet, hamster, dan paling sering... anjing. Ya, gue adalah keluarga muslim yang memelihara anjing. Tulisan ini hanya akan gue fokuskan pada pro dan kontra muslim memelihara anjing. Bisa dikatakan, anjing adalah bagian dari kehidupan gue sejak kecil. Dulu gue punya anjing namanya Pedro, campuran chow-chow dan anjing kampung. Nggak ingat sifatnya seperti apa, tapi Mama selalu cerita kalau Pedro adalah anjing terpintar dan tersetia yang pernah kami miliki. Di salah satu ceritanya, dulu gue pernah menunggangi Pedro selayaknya dia adalah kuda. Seja...

Pancasila, Nasionalisme, dan Eyangkung

Mungkin Eyangkung (Eyang Kakung, Kakek dalam bahasa Jawa) benci disebut-sebut sebagai pahlawan. Tapi, memang kenyataannya begitu. Tidak akan ada Indonesia tanpa Eyangkung dan para pahlawan yang lain. Eyangkung saya bernama Eyang Toegijo Kartosandjojo, beliau lahir di Solo pada 17 Agustus 1919. Eyangkung bersekolah di Neutrale H. I. S Solo dan beliau berprestasi di sekolahnya. Karena prestasi itulah beliau dibebaskan dari les persiapab masuk M. U. L. O. dan pada akhirnya beliau berhasil masuk tanpa melalui tes ujian masuk. Sebagai cucu kesekian, saya sangat bangga mempunyai sosok Eyangkung. Karena beliau, saya selalu bersumpah akan membawa nama baik keluarga. Saya nggak mau menjelekkan nama baik keluarga besar, saya nggak mau dibilang, "cucu pahlawan kok seperti itu?" (Walaupun saya ini memang tergolong bandel sih, cuma bandelnya masih sebatas wajar). Walaupun beliau wafat setahun sebelum saya lahir, banyak cerita yang sudah saya dengar maupun foto-foto beliau yang saya l...

The Vortex

A year ago Or Tonight Or Tomorrow. You are still the art... To me. Knowing, Meeting, Caring, Loving, Sensing, are like a gift from God for me to feel. It ain't about what you did in return. It ain't about how long that I am here. It ain't about what you think and what I think, or what someone thinks. It is purely because you already absorb every energy that I have. You are the vortex of the most beautiful art. You regain energy from every eyes that adore you. You slowly stole it. And now it is just me in here... as dead as the corpse. Wanting to feel again, but too afraid to be absorbed... again. Lol, this is just me... babling about you.

AFS Frequently Asked.

Where and when can I apply? Every student who is in 10th grade during the application period can apply for the departure in the following year. You apply by using our online application system. What and how much should I write about me in the application? You will provide the most accurate information about yourself. The information you write will be used in the selection process in chapter and national levels. I am not living in Java and the next chapter is far. Do I have to pay the travel costs to the selection location myself? During the chapter selection stages, domestic travel expenses will be your responsibility. Departure in March or August – advantages and disadvantages? Departure time depends on when the academic year starts in the hosting country. Both departure time will give you chance to experience a whole academic year from the beginning to the end, and hopefully will give you a “full” experience as a high school student abroad. What happens at th...

(Sedikit) Curhat

Alhamdulillah, 2017 is soon to be over! Rasanya bersyukur dan senang banget ternyata mayoritas Resolusi 2017 yang ditulis di akhir tahun 2016 kemarin sudah jadi kenyataan. Kehidupan perkuliahan itu sulit, serius. Apapun jurusan kamu, semua ada ups and downs nya. Gue yang sudah hampir menjadi mahasiswa angkatan tua, ngerasain banget jenuh-jenuhnya. Kasarnya, kalau bisa nikah sama pengusaha kaya raya mending langsung nikah, deh. Tapi... hidup itu nggak sepenuhnya kaya drama Korea. Let it flow, nikmati saja arusnya. Gue yang sekarang di semester 5, semakin mendengar desas-desus tentang diri gue sendiri di kampus. "Cuma modal muka", "dia nggak pinter, cuma dia deketin dosen biar nilai bagus", "gue gasuka sama Nita", dan tetek-bengek lainnya. Normal, namanya hidup itu penuh pro dan kontra. Sebenarnya gue sudah mendengar ini sejak gue di semester 1, sih, tapi makin ke sini semakin kelihatan siapa saja orang-orangnya. Bahkan, beberapa orang sudah membuat gue k...