Skip to main content

Kabur ke Neverland

Sepertinya menyenangkan ya, untuk hidup di Neverland? Hidup bersama Peterpan dan Lost Child, menjalani keseharian sebagai anak kecil. Mereka hanya melihat dunia dengan naif dan gamblang. Berpikir kalau semua orang itu baik. Tidak mempunyai tanggung jawab yang besar, beban yang dipikul, perasaan menggelora yang sulit dikendalikan, semuanya seakan-akan dapat dilepaskan begitu saja melalui canda dan tawa.

Apakah egois jika seorang mahasiswa ingin kembali menjadi anak sekolah? Memakai seragam putih-merah, well... atau putih-abu. Kembali merasakan terik matahari saat upacara bendera di hari Senin, ada yang berpura-pura sakit supaya diizinkan istirahat, ada juga yang dihukum karena tidak memakai atribut lengkap. Ingin rasanya untuk kembali merasakan kegiatan pramuka, diselingi dengan Perkemahan Sabtu Minggu.

Menjadi seorang mahasiswa berarti hanya tinggal selangkah lagi untuk mencapai sosok jati diri yang sesungguhnya. Mereka ada yang malas, ada yang rajin, ada yang pintar, ada yang senang baca, well... tidak jauh berbeda dengan anak sekolah sebenarnya. Perbedaannya hanya kami tidak memakai seragam sekolah. Dan tugas yang selalu menumpuk bergantian. Dan seminar yang menanti kami. Dan puluhan jurnal yang harus kami kaji. Ya, untungnya kami tidak mempunyai waktu belajar yang rutin seperti saat kami di sekolah dulu. Menjadi mahasiswa artinya siap untuk bertanggung jawab. Menjadi mahasiswa artinya harus bersiap-siap dilepas untuk menghadapi kejamnya dunia, dengan berbagai macam rintangan dan resiko yang menanti.

Menjadi mahasiswa adalah langkah awal untuk menuju kedewasaan. Sebuah kata yang sebenarnya masih saya pertanyakan apa artinya. Mungkin, karena saya belum dewasa. Atau lebih tepatnya, tidak mau cepat-cepat dewasa. Jadi apa artinya sebuah kedewasaan bagi seorang mahasiswa?

Ketika menjadi mahasiswa, anda tidak bisa mangkir rapat karena ada mantan kekasih anda berada di ruangan yang sama. Anda tidak bisa lagi kabur dari dosen mata kuliah kecuali anda tidak mau lulus dan mau tidak mau harus mengulang kembali pelajaran tersebut.

Semakin dewasa seseorang, kali ini di tahap mahasiswa, kita akan sering merasakan begitu banyak dan cepatnya orang yang datang lalu pergi. Istilah perjumpaan dan perpisahan bukan lagi hal asing yang kami dengar di sini. Teman, pacar, gebetan, dosen, semuanya datang dan pergi dari kehidupan kita.

Rasanya pembahasan saya semakin melantur, deh.

Sebenarnya inti saya menulis ini adalah... saya merasa kesepian, tersesat, dan tertinggal. Saya masih ingat awal perjumpaan kami, dimulai dari kedua orang asing, saling mengenal, hingga perlahan dia menjadi sosok yang saya kagumi. Dia yang saya tulis di dalam bait lagu, puisi, dan surat. Dia yang saya jadikan panutan untuk tidak pernah berhenti berkarya, karena saya mau menjadi sepertinya. Dia yang diam-diam saya doakan di setiap ibadah. Dia yang perlahan-lahan telah berhasil menjadi sebuah satu kesatuan dari jiwa saya. Dia yang setiap detiknya semakin kurindukan. Namun, kini sosok inspirasi yang saya miliki kini perlahan memudar, hanya tinggal menunggu waktu sebelum lenyap. Bodohnya, kesalahan itu murni berada di tangan kami. Saya yang berusaha menghilangkan sosoknya dari kehidupan saya sendiri, dan dia yang acuh tak acuh dengan apa yang terjadi. Kalian tahu bagaimana rasanya, bukan?

Apakah saya masih dianggap di dalam kehidupannya? Entahlah.

Toh, rasa kehilangan dan euforia bukanlah hal asing yang kita rasakan. Di kedua momen itulah, objektivitas dan subjektivitas sangat diperlukan ketika menjadi mahasiswa. Well, di semua lini kehidupan sebenarnya.

Siapapun, bawa saya ke Neverland dan bantu saya melupakan ini semua... termasuk dia.

Comments

Popular posts from this blog

Self Reflection

I haven't wrote anything. But will try to write... again. 4 tahun yang lalu, gue menuliskan tentang masa-masa menjadi maba  (mahasiswa baru) yang baru saja selesai melaksanakan PKKMB. Hari ini, beberapa teman angkatan 2015 sudah melaksanakan wisuda. Gue belum, semoga tahun depan mendapatkan giliran. Aamiin... Btw , entah mengapa pukul segini memang enak untuk menjadi sendu. Bukan sendu dalam konotasi negatif, tetapi cenderung ke arah positif. Tiba-tiba, jadi mengenang apa saja yang terjadi selama 4 tahun belakangan ini. Masa-masa di mana gue melepas seragam putih-abu, dan menggantinya dengan pakaian bebas. Malam ini menjadi sebuah renungan terhadap diri sendiri, atas apa yang telah dicapai, kesalahan, kebahagiaan, pertemanan, dan lain sebagainya. Katanya, kuliah adalah masa terakhir sebelum menghadapi dunia nyata. Katanya, semakin kita dewasa, kita cenderung menjadi realistis... mematikan cita-cita di dalam diri. Mematikan jiwa anak-anak yang ada di dalam hati. ...

Intermezzo: Naif atau Bodoh?

Andai dunia itu nggak sesulit yang kita rasakan, ya. Dunia itu nggak baik bukan karena 'dunia' itu sendiri kan? Tapi karena manusianya. Dunia menjadi kejam karena ulah mereka yang tidak bertanggung jawab. Orang-orang yang mengenal saya mengatakan jika ada batas tipis antara naif dan bodoh di dalam diri saya. Terlalu lugu untuk melihat ini semua, tetapi sebenarnya bodoh karena tidak mengerti apa-apa. Saya bersyukur, karena saya dikelilingi oleh orang-orang yang melindungi saya agar tetap menjadi diri saya yang sekarang. Maksudnya, seperti bunga lotus yang tidak akan pernah kotor walaupun hidup di kolam berlumpur. Mereka, teman-teman saya, tetap menjaga saya seperti itu. Namun, ada kalanya saya harus sendiri. Pertemanan itu nggak harus selalu bersama-sama, cukup sirat hati yang menyatukan ikatan pertemanan. Nah, ketika saya sendiri itu lah saya merasa... bodoh. Maksudnya, saya sering melakukan kecerobohan. Mungkin, apa karena saya terlalu dilindungi mereka? "Dia itu adala...

Give and Take

What happens to teenager this day? What happens to Indonesian culture about polite, manner, and grace? It's so pathethic that now we rarely see it in our life. Let's take the easiest samples: 1. Menyela pembicaraan orang. 2. Make fun, laugh, yawn, stared hatefully toward the elders (it can be your lecturer or even your parent). 3. Being ignorance, arrogant. 4. This may be the simpliest sample of all... keluar / masuk ruangan tanpa ijin, main kabur,padahal sebenarnya bisa ijin dulu. etc. Some of the examples above are actually based on my observation in actual life. But then the question is: Can we live without polite, manner, and grace? Sekarang coba kalau dibalik. Kita jadi orang yang mendapatkan perlakuan yang tidak sopan. You feel uncomfortable, angry, sad, and insecure, don't you? Is that good? How can we have polite, manner, and grace? Well, I'm kind of person that believe in "Give and Take". Give and take is actually hands that help each oth...

Keputusan Besar

Just like that. We finally decided that we'll go on our own way. :) Lega. Campur aduk. Deg-degan. Nggak ada perasaan sedih ataupun marah. Tapi, aku memang penasaran.. apakah aku dan pasanganku bisa memulai hidup sendiri tanpa kehadiran satu sama lain? Pasanganku saat ini memang banyak membawa pelajaran hidup. Dia membuatku menjadi lebih melihat dunia, lebih luwes, lebih santai, bisa tertawa daripada pusing memikirkan berbagai hal, dan bisa beristirahat sejenak. Sifat negatifnya pun banyak sekali, yang melatar belakangi aku memikirkan kembali hubungan ini. Rasanya, sudah cukup kami mendapatkan pelajaran masing-masing. Kami sama-sama mengakui, kami tidak bisa melihat masa depan kami secara bersama. Kami saat ini hanya menjalani rutinitas yang sudah terbiasa karena terbentuk bertahun-tahun. Kedua anak kami layak mendapatkan cinta yang utuh sebagai keluarga, namun kami tau kami tidak akan bisa memberikannya jika tetap bersama. Kami sama-sama berhak mendapatkan cinta yang utuh, hati yan...

Loudest Silence

I may could not directly say it to you out loud or even in a whisper. But I am afraid I won't have much time left for this. We were more but now we are less. We are now strangers like we used to. You did not have to do anything, You did nothing. But indirectly, you taught me how to love. The biggest love that I ever felt. The purest love although I didn't want to make you as mine. The unconditional love, that made me want to give you my kidney, if I have to. I just love you. You made me the woman I am today. The one who finally made peace with her past, knows her life goals, dreams, and to realized how huge my worth is. Once, I felt unwanted and unheard, not just by you, but also by everyone else. So, I thought it was better for me to go without saying words. People didn't ask me anything, so did you. So, I thought my decision was right. I regret it, it was my biggest mistake to hold all of my feelings within. I ran from my own life, and now I know I can't turn back tim...