Skip to main content

Catatan Kuliah (Kami): Prolog


Prolog - Her side
Karena dia yang membuatku percaya tentang adanya cinta pada pandangan pertama. Tunggu, mungkin lebih tepatnya kagum pada pandangan pertama. Aduh, bukan kagum juga, sih... Bagaimana menceritakannya, ya? Sulit untuk diungkapkan, tapi rasanya, jika ini adalah sebuah adegan film, akan ada cahaya yang menyinari wajahnya ketika aku melihatnya untuk pertama kali. Jangan lupa tambahkan backsound lagunya Enya, atau Claudine-nya Maksim untuk mendukung suasana saat itu. Berlebihan, tapi itulah yang aku rasakan saat melihatnya. Padahal, kami belum saling mengenal saat itu. Kami hanya sebatas dua orang asing yang saat itu tidak sengaja bertapapan.


Hari itu, adalah hari pertamaku datang ke pertemuan pra kuliah. Selama ini aku sibuk mengikuti kelas bimbingan belajar dan kelas kesenian di pusat kebudayaan. Karena selalu mangkir, aku tidak kenal siapapun, aku tidak mempunyai teman. Bahkan, teman-teman sekolahku tidak ada yang memilih kuliah di jurusan ini. Di kampus ini.

Jangan tanya aku kenapa bisa langsung luluh saat menatapnya, karena aku juga bingung. Huh, benar, deh! Dia itu bukan tipe laki-laki yang biasa kulirik. Aneh, rambut berantakan, cara duduknya malas-malasan, jaket yang disampirkan begitu saja, dan wajah yang... tidak berekspresi. Namun setelah kuperhatikan matanya secaa seksama, aku dapat melihat kesenduan. Matanya.... coklat. Indah. Namun sorotnya penuh kesedihan. Rasanya, aku ingin tetap bersamanya... untuk menghidupkan sinar matanya. Hahahahaha, saat itu aku memang gila. Bagaimana aku bisa ingin terus bersamanya namun kami hanya sebatas orang asing?

***

Prolog - His side
Buat apa acara ini diadakan, sih? Mengganggu waktu tidur saja. Lagipula, siapa sih yang mengadakan kelas bimbingan pra kuliah di hari Sabtu pagi? Kalau bukan karena ada pembentukan kelompok ospek, aku tidak akan datang pagi ini. Persetan, kalian para senior!


Aku tergolong orang yang jarang datang ke pertemuan pra kuliah. Bila dihitung jari, ini adalah ketiga kalinya aku datang setelah tiga bulan kelas diadakan dua kali setiap minggu. Buang-buang waktu, menurutku. Dalih mereka, sih, mengatakan kalau untuk mencari lingkungan pertemanan. Hahahaha, bodoh. Tanpa aku hadir pun aku sudah punya teman, kok, di kampus ini.

Karena belum mandi (jangan salahkan aku kalau belum tidur semalaman karena habis menonton serial televisi tentang pembunuhan berencana), aku memilih hanya untuk mengenakan kaus tidurku semalam dan ditutupi jaket. Hanya perlu sedikit cuci muka, sikat gigi, pakai deodoran, semprot parfum, aku sudah sempurna. Setidaknya, itu yang dikatakan ibuku. Namun, siapa sangka jika ternyata saat itu kelas lebih panas dari biasanya? 

Mau tidak mau, jaket kubuka dan disampirkan di bahuku sendiri. Aku tidak peduli dengan lirikan para wanita yang terlihat terganggu dengan penampilanku saat itu. Intinya, aku hanya ingin kelas ini cepat-cepat berakhir dan tidur! Aku duduk bersandar malas-malasan di bangku, berharap kelas dibatalkan.

***

Comments

Popular posts from this blog

Self Reflection

I haven't wrote anything. But will try to write... again. 4 tahun yang lalu, gue menuliskan tentang masa-masa menjadi maba  (mahasiswa baru) yang baru saja selesai melaksanakan PKKMB. Hari ini, beberapa teman angkatan 2015 sudah melaksanakan wisuda. Gue belum, semoga tahun depan mendapatkan giliran. Aamiin... Btw , entah mengapa pukul segini memang enak untuk menjadi sendu. Bukan sendu dalam konotasi negatif, tetapi cenderung ke arah positif. Tiba-tiba, jadi mengenang apa saja yang terjadi selama 4 tahun belakangan ini. Masa-masa di mana gue melepas seragam putih-abu, dan menggantinya dengan pakaian bebas. Malam ini menjadi sebuah renungan terhadap diri sendiri, atas apa yang telah dicapai, kesalahan, kebahagiaan, pertemanan, dan lain sebagainya. Katanya, kuliah adalah masa terakhir sebelum menghadapi dunia nyata. Katanya, semakin kita dewasa, kita cenderung menjadi realistis... mematikan cita-cita di dalam diri. Mematikan jiwa anak-anak yang ada di dalam hati. ...

Intermezzo: Naif atau Bodoh?

Andai dunia itu nggak sesulit yang kita rasakan, ya. Dunia itu nggak baik bukan karena 'dunia' itu sendiri kan? Tapi karena manusianya. Dunia menjadi kejam karena ulah mereka yang tidak bertanggung jawab. Orang-orang yang mengenal saya mengatakan jika ada batas tipis antara naif dan bodoh di dalam diri saya. Terlalu lugu untuk melihat ini semua, tetapi sebenarnya bodoh karena tidak mengerti apa-apa. Saya bersyukur, karena saya dikelilingi oleh orang-orang yang melindungi saya agar tetap menjadi diri saya yang sekarang. Maksudnya, seperti bunga lotus yang tidak akan pernah kotor walaupun hidup di kolam berlumpur. Mereka, teman-teman saya, tetap menjaga saya seperti itu. Namun, ada kalanya saya harus sendiri. Pertemanan itu nggak harus selalu bersama-sama, cukup sirat hati yang menyatukan ikatan pertemanan. Nah, ketika saya sendiri itu lah saya merasa... bodoh. Maksudnya, saya sering melakukan kecerobohan. Mungkin, apa karena saya terlalu dilindungi mereka? "Dia itu adala...

Give and Take

What happens to teenager this day? What happens to Indonesian culture about polite, manner, and grace? It's so pathethic that now we rarely see it in our life. Let's take the easiest samples: 1. Menyela pembicaraan orang. 2. Make fun, laugh, yawn, stared hatefully toward the elders (it can be your lecturer or even your parent). 3. Being ignorance, arrogant. 4. This may be the simpliest sample of all... keluar / masuk ruangan tanpa ijin, main kabur,padahal sebenarnya bisa ijin dulu. etc. Some of the examples above are actually based on my observation in actual life. But then the question is: Can we live without polite, manner, and grace? Sekarang coba kalau dibalik. Kita jadi orang yang mendapatkan perlakuan yang tidak sopan. You feel uncomfortable, angry, sad, and insecure, don't you? Is that good? How can we have polite, manner, and grace? Well, I'm kind of person that believe in "Give and Take". Give and take is actually hands that help each oth...

Keputusan Besar

Just like that. We finally decided that we'll go on our own way. :) Lega. Campur aduk. Deg-degan. Nggak ada perasaan sedih ataupun marah. Tapi, aku memang penasaran.. apakah aku dan pasanganku bisa memulai hidup sendiri tanpa kehadiran satu sama lain? Pasanganku saat ini memang banyak membawa pelajaran hidup. Dia membuatku menjadi lebih melihat dunia, lebih luwes, lebih santai, bisa tertawa daripada pusing memikirkan berbagai hal, dan bisa beristirahat sejenak. Sifat negatifnya pun banyak sekali, yang melatar belakangi aku memikirkan kembali hubungan ini. Rasanya, sudah cukup kami mendapatkan pelajaran masing-masing. Kami sama-sama mengakui, kami tidak bisa melihat masa depan kami secara bersama. Kami saat ini hanya menjalani rutinitas yang sudah terbiasa karena terbentuk bertahun-tahun. Kedua anak kami layak mendapatkan cinta yang utuh sebagai keluarga, namun kami tau kami tidak akan bisa memberikannya jika tetap bersama. Kami sama-sama berhak mendapatkan cinta yang utuh, hati yan...

That Fangirling Moment When They Talk About F1 (2.0)

I AM RIGHT! I'll present this post to who loves watching F1, to whoever that thinks that no one could break Vettel's record. JUST IN FACT: Max Verstappen is the youngest ever that won a race! Let's take a look back to the Spain GP, of course! I am so proud of my baby-rookie-cutie!! I mean, he's only 18! We are from 1997!! It will be difficult enough to break his record, EVER. (The Spain GP udah lewat lama..... and tomorrow will be the Canada GP, though.) As a huge fan of Sebastian Vettel (don't forget about his younger bro, Fabian) and as a long lost girlfriend of Lewis Hamilton... (sobbing) still and will always be theirs, of course. But I can't resist that I REALLY REALLY excited about Verstappen's achievement. I hope Vettel, Hamilton, Verstappen, or Ricciardo could win the Canada GP! It's enough for Rosberg, I guess. (What an evil mind of mine). As Indonesian, of course I ship Haryanto. I still have that believe. Hamilton came from GP2 once, b...