Skip to main content

Catatan Kuliah (Kami): 5


5
Calmness


Skan's Side
Dia yang kukenal selama beberapa bulan ini tidak seperti yang kubayangkan. Dia termasuk pintar, cantik, supel, paket lengkap yang sempurna. Tetapi sebenarnya, dia hanya anak yang menderita. Dibalik kesempurnaan yang dilihat orang, dia nyaris tenggelam dengan ketidak sempurnaannya.


Aku akhirnya berbaring menatap langit, mengikuti posisinya dia tadi. Dia ikut berbaring di sebelahku. Terpisahkan oleh puntung rokok di antara jarak kami. Dia masih diam, tidak menceritakan apapun kepadaku. Ya, aku juga tidak mau memaksanya. Kalau aku jadi dia, aku juga tidak akan bercerita.

Kami terjebak di dalam kesunyian. Masing-masing sibuk berpikir. Aku berpikir, aku tak mungkin meninggalkannya sekarang. Sesekali aku melirik pergelangan tangannya yang penuh sayatan. Orang depresi hanya butuh ditemani atau dia akan melakukan hal-hal yang berbahaya bagi dirinya sendiri atau orang lain. Kalau dia... entah sedang berpikir apa.

"You do not have to stay here if you want," kata Anya pelan. Aku paham maksudnya mengusirku secara halus.

Aku menggeleng.

"You do not even know who I am, Skan. We just knew each other and we only talk in the class," kata Anya lagi.

"Kita teman," jawabku singkat. Tekadku sudah bulat, aku tidak mau meninggalkannya dengan kondisi seperti ini. Aku melirik sekilas ke arah Anya, dan dia ternyata menitikkan air matanya dalam sunyi. Masih menatap kosong langit senja. Sendu. "Benar deh, kalau mau cerita aja," kataku lagi.

Anya tersenyum tipis. "Skan, kita bahkan belum berkenalan. Bagaimana gue bisa bercerita?"

Aku tersenyum mendengarnya. Benar juga. Kami belum berkenalan sama sekali. "Well, lo tahu nama gue Skan. Nama lo Anya," kataku memulai. "Nama gue Kenzie Benzoann Iskandar Nicholas. Nama gue..."

"Benzoann? Maksudnya dari senyawa benzena, ya?" Tanya Anya memotong pembicaraanku. "Bahan yang mudah terbakar," gumamnya.

"Ya, benar," kataku kagum. Astaga, hanya dia satu-satunya orang yang paham arti namaku, selain para ahli kimia, tentunya. "Anak kedua, lahir di Amerika, suka musik, suka perbintangan, dan hal-hal yang dianggap orang membosankan."

"Membosankan? Contohnya?" Tanya Anya.

"Gue suka Nat King Cole dan Frank Sinatra, tahu mereka siapa?" Balasku bertanya.
Dia mengangguk. "Penyanyi keren pada masanya. Suka lagunya yang mana?" Dia bertanya lagi.

"My way-nya Frank Sinatra," jawabku.

"Hmm, menurut gue malah paling enak yang feeling good. Banyak di remake juga lagunya sama orang-orang," kata Anya pelan.

"Memang suka versi remake-nya siapa?" Tanyaku, gantian.

"Muse," jawab Anya singkat. "Gue tebak lo lebih suka versinya Michael Bublé."

Aku tertawa. Dia benar.

"Oh, satu lagi... I love you for a sentimental reason-nya Nat King Cole," kataku menambahkan.

"Unforgettable juga enak," sahut Anya. "Selera lo... nggak begitu membosankan."

"Cukup perkenalan dari gue," kataku. "Giliran lo."

"Nama asli Karenina, tapi panggilannya Anya," jawabnya singkat. "Seharusnya ditulis 'Anja' seperti ejaan bahasa Belanda, tapi gue lebih suka pakai ejaan bahasa Indonesia. Anak terakhir. Broken home survivor."

Aku langsung melirik ke arah Anya, kaget. Pantas saja dia tertekan seperti ini. "I'm sorry," kataku prihatin. Aku tidak perlu lagi mendengar penjelasannya. Aku sudah tahu penyebab dia sore ini hilang kendali di sini.

"You don't need to," jawab Anya pelan. "Jangan bilang siapa-siapa. Yang tahu tentang ini, kejadian ini, keluarga gue, cuma lo."

***

Aku masih memikirkan perbincanganku dengan Anya tadi sore. Kami akhirnya berbicara macam-macam, dari mulai perbincangan sederhana dan berakhir dengan filosofi-filosofi yang kami kembangkan. Ini pertama kalinya aku berbicara di luar hal akademik dengannya. Ternyata, dia cukup menyenangkan.

Walaupun harus kuakui, ekspresi wajahnya benar-benar terlalu jujur. Ekspresinya mudah ditebak. Jika diurutkan... awalnya dia masih terlihat sendu, lalu berubah normal dan biasa saja, dan pada akhirnya merona kemerahan. Lagi. Apa mungkin karena efek matahari terbenam? Ah, aku tahu itu tidak mungkin. Aku memikirkan kemungkinan yang paling besar yaitu, dia mempunyai rasa untukku. Entahlah, mungkin hanya perasaanku saja. Inilah nasib menjadi orang terlalu tampan, mempunyai rasa percaya diri yang sangat tinggi.

Aku berjalan menuju jendela yang menjulang besar dari atas kepala sampai bawah kaki di kamarku, duduk di kusennya, seraya memeluk teleskop kecil. Malam ini langit terlihat cerah, tidak mendung, tidak berawan. Dari sini aku dapat melihat bintang dan bulan yang menghiasi langit. Benar-benar menggoda untuk dikulik. Aku mulai mengarahkan teleskopku ke langit, kabur ke angkasa untuk sejenak.

Tiba-tiba aku tersentak. Bagai mendapat ilham, aku bergegas menuju meja belajar, mencari secarik kertas dan sebuah pulpen, dan mulai menulis. Sajak ini entah datang darimana. Kutuliskan semua sajak itu dengan lancar, sesekali ada yang dicoret, namun tetap terlihat sempurna.

Setelahnya, aku merapihkan kembali teleskopku dan bergegas mengambil gitar. Sajak ini harus kujadikan sebuah lagu! Harus. Astaga, aku tidak pernah merasa sangat bersemangat saat menulis lagu. Aku mengumandangkan beberapa sajak yang baru saja kutulis. Sempurna. Walaupun belum selesai.

Sekilas, aku menatap kembali ke arah langit malam dan berpikir jika Anya harus melihat bintang dengan teleskop. Dia pasti akan menyukainya.

***

Comments

Popular posts from this blog

M-E-R-E-K-A

Gue merasa jauh lebih dewasa sekarang. Lebih bisa untuk menerima segala macam kritikan dan saran. Lebih bisa untuk menenangkan diri dalam keadaan terpuruk. Lebih bisa membangun dinding terhadap orang-orang yang seharusnya diberi jarak untuk menjauhi kehidupan privasi. One thing for sure, I don't think what they said, as long as it's fake. Gue nggak peduliin mereka yang bilang A, B, sampai Z. Toh, sekarang gue dikelilingi oleh orang-orang yang memang selalu ada buat gue. Rela jadi tong sampah cerita gue, masih mau ngatain "bego" kalau gue salah ambil langkah, berani ngomong "anjing" di depan muka gue, meluk gue disaat rasanya semua orang meninggalkan gue, tertawa bareng, jalan loncat-loncat like we're 10, nyanyi di lorong sekolah kenceng-kenceng, selalu bilang "Nit, lupain aja daripada kebawa pikiran," dan selalu bilang kalau ada apa-apa. Mereka selalu menenangkan gue. Gue sayang mereka. Nggak pake koma, cuma titik. Mungkin suatu hari nanti k...

The Code of a Girl

I know my birthday is in December, but I cannot wait to be 17! I think it'll be the same like being 16. Idk. By the way~ Let's start the 'pengkodean' buat Kakak, Ade, Mas, Mba, Om, Tante, Mama, dan Papa :) 1. I love red. 2. Looking for the series of The Mysterious Benedict Society, the best book I've read. 3. Totally in LOVE with Hello Kitty. It'll be more precious if it's from sanrio. 4. Demi Lovato is my muse. 5. I love Frank Sinatra, Audrey Hepburn. 6. Dog is the best animal ever. 7. Maybe charm bracelet will be cute. 8. A pair of DocMart :p 9. Ma, Mba, when will you give me a guitar? And I'll do something... mau berbagi ke mereka yang ngga mampu. Kalau ternyata pas ultah ada yang tercapai kadonya, ya alhamdulillah. Kalau engga, no I'm not maksa. Insya Allah tabungan kekumpul untuk menjalankan niat gue. Gue juga mengharapkan bantuan dari kalian untuk ngerayain ultah dg melakukan kegiatan ini. I hope... bisa potong kue bersama mereka ...

Deadly Alive

There is nothing worse than being lived without soul; trying to breathe but there is no oxygen; feeling sad but do not have any heart; nor lost the most precious inspiration. Deadly alive. It is how I live right now. Making myself to keep busy inside and outside that becomes a habbit right now. To forget the personal problems for awhile. Well, actually trying my best to avoid the emptiness and perhaps... it is more like to run away from anyone and anything. Do not want to be involved in a subjective cycle, because making a high expectation is like commiting a suicide. Being objective means there is no personal feeling attached. Everything is fair and clear. Yup, I am deadly alive.

AFS Frequently Asked.

Where and when can I apply? Every student who is in 10th grade during the application period can apply for the departure in the following year. You apply by using our online application system. What and how much should I write about me in the application? You will provide the most accurate information about yourself. The information you write will be used in the selection process in chapter and national levels. I am not living in Java and the next chapter is far. Do I have to pay the travel costs to the selection location myself? During the chapter selection stages, domestic travel expenses will be your responsibility. Departure in March or August – advantages and disadvantages? Departure time depends on when the academic year starts in the hosting country. Both departure time will give you chance to experience a whole academic year from the beginning to the end, and hopefully will give you a “full” experience as a high school student abroad. What happens at th...

SIsterhood Last Forever

Let me be honest.... Ini adalah pertama kalinya gue ngebuat blog. I used to write down everything and express what I feel with a piece of paper, and draw. Yeah, draw. Semua gambar buatan gue menceritakan sebuah kisah (sebenernya sih lebih banyak hasil design baju), but IT SPEAKS WHAT I FEEL.  Hmm... As you can see, nama gue adalah NIS. Gue adalah anak ketiga dari tiga bersaudara yang isinya cewe semua. Kakak-kakak gue beda jauuuuuuuuuh banget sama gue. Yang pertama namanya Ayu Indra Pratista atau yang dipanggil Mba Tita ini jaraknya 15th lebih tua daripada gue, terus yang kedua namanya Gandes Indra Presentia atau yang dipanggil Mba Andes ini jaraknya 13th lebih tua daripada gue. Mba Tita itu alumni SMAN 6 Jakarta, Mba Andes alumni SMAN 70 Jakarta (Maybe anak 70 mengenal angkatan Mba Andes dengan sebutan Batalyon dan Crayon). Perbadaan yang jauh antara gue-Mba Tita-Mba Andes nggak buat kita semua jadi nggak kompak. Justru.... We're ONE. Mba Tita berperan sebagai sulu...