Skip to main content

Tentang Kehilangan, Melepaskan, dan Melupakan

People come and go. They could be a lesson or a blessing.

Menjadi orang dewasa yang penuh tanggung jawab itu adalah sebuah ironi. Di satu sisi, sekarang aku bisa melakukan apapun yang dari dulu ingin aku lakukan. Di lain sisi, bebannya pun semakin menumpuk. Pekerjaan, mencari nafkah, menanggung hidup, waktu yang sedikit untuk berpelesir, dan juga relasi yang kian mengecil (entah apakah mengecil, atau kami semua hanya tidak bisa bertemu karena waktunya selalu bentrok). Aku bukanlah lagi Nita yang sama ketika aku memulai blog ini, dan aku bahkan berbeda dari diriku 5 tahun yang lalu. Kini usiaku akan beranjak 27 tahun, dan fase quarter life crisis ini seperti tidak ada habisnya.

Sudah 2 bulan terakhir ini, aku insomnia, sesak napas (bukan asma), tangan bergetar, dan selalu mengulang mimpi yang sama setiap harinya. Semua itu disebabkan oleh satu orang yang selalu muncul di dalam pikiran aku. Orang yang tidak mungkin untuk hadir kembali ke dalam hidup aku mungkin untuk selamanya. Kalau dipikirkan, tidak adil jika hanya aku yang seperti ini, namun dia masih dapat menikmati hidupnya. Dia menelantarkan aku, atau lebih tepatnya melupakan dan membuangku seakan-akan aku adalah sampah masa lalu yang tidak layak untuk hadir kembali di hidupnya.

Tapi, mungkin inilah menjadi dewasa.

Bukan hakku untuk marah kepadanya, atau menuntut agar aku bisa kembali ke hidupnya. Semua orang mempunyai pilihan, dan pilihan serta hak dia-lah untuk melupakanku.

Aku di sini mencoba merasakan perasaanku akan duka rasa kehilangan, ikhlas untuk melepaskan, dan melupakan.

Walaupun terkadang, akupun bertanya-tanya, "apa kesalahanku? apakah dia membenciku? apa yang telah aku perbuat? apakah aku jahat?"

Namun, sepertinya, tidak semua pertanyaan harus terjawab.

Dia.... adalah sebuah blessing bagiku. Aku sangat bersyukur kami pernah dipertemukan, saling mengenal, dan pernah menjadi bagian penting dalam hidup masing-masing. Aku tidak pernah membencinya ataupun merasa dia adalah orang yang jahat. Hampir 10 tahun berlalu, aku masih melihatnya dengan perasaan yang sama seperti yang aku rasakan di usia 17 tahun.

Comments

Popular posts from this blog

Anak-anak, Muda, Tua, Dewasa

Kadang, ingin rasanya tinggal di Neverland. Menjadi anak-anak bersama Peterpan, Wendy, dan The Lost Boys. Hidup tanpa beban dan tanggung jawab yang dipikul. Iya, menjadi anak-anak itu memang menyenangkan. Keluguan yang selalu menampilkan wajah ceria, tidak mengerti tentang masalah percintaan, keluarga, pekerjaan, ataupun pertemanan. Seiring bertambahnya usia dan berkembangnya pikiran, perlahan keluguan itu mulai menghilang. Sepertinya, semuanya dimulai saat masa pubertas. Ketika anak-anak perlahan berubah menjadi dewasa yaitu, manusia sesungguhnya. Makhluk yang katanya harus hidup bersosial, tapi ternyata malah menjadi individual. Maksudnya di sini adalah, mencari berbagai macam cara untuk kepentingan pribadinya sendiri. Rela menyikut kawan dan mengubahnya menjadi lawan. Rela membunuh demi mendapatkan pengakuan, harta, ataupun jabatan. Sebaik-baiknya seseorang, dia tetaplah manusia yang melakukan dosa. Kenyataannya, toh manusia itu memang kejam. Bahkan si penulis yang sedang menulis i

Skies, Him, Love

Memandang langit adalah kesukaan saya. Pagi, siang, atau malam, tak peduli kapan dan di mana. Saya selalu kagum dengan awan pagi hari yang tampak seperti goresan kuas, lalu langit senja dengan warna jingganya di ufuk, hingga bulan bintang yang bersinar saat malam.  Memandang langit... membuat saya selalu bersyukur, dan semakin meningkatkan kepercayaan saya terhadap Tuhan. Saya, kamu, kita semua sebagai manusia hanya berupa debu di semesta. Saya baru saja menemukan tempat persembunyian yang tentram. Tempat di mana bisa memadu kasih dengan langit, dengan semilir angin yang sejuk dan menenangkan. Sebenarnya tempat itu sudah lama saya temui, namun baru akhir-akhir ini saya lebih suka "kabur" ke sana.  Rasanya... sangat ingin membawa selimut ke sana, dan perlengkapan teleskop. Hanya untuk berkenalan dengan semua yang ada di atas langit sana. Bintang polaris, sirius, minerva, bintang timur, ingin saya kenal semuanya. Di tempat itu, saya bisa melukiskan wajahnya

Like We Used To

Waktu itu ngga sengaja baca TL Twitter dan ada yang nge-tweets "Does he watch your favorite movies? Does he hold you when you cry? Does he sing to all your music While you dance to "Purple Rain"? " Terus feeling gue merasakan kata-kata itu berasal dari sebuah lagu.... But I can't figure it out that time. Kepo makin melanda. Hmm... Baruuuu aja tadi pagi gue download semua lagu-lagunya A Rocket To The Moon , and guess what!?!?!? Lirik itu dari lagu yang judulnya Like We Used To yang dinyanyiin mereka!! HAHAHAHAHA ke kepoan gue akhirnya terbalaskan begitu saja. :'3 Here's the lyric, I can feel her breath as she's sleeping next to me Sharing pillows and cold feet She can feel my heart, fell asleep to its beat Under blankets and warm sheets If only I could be in that bed again If only it were me instead of him Does he watch your favorite movies? Does he hold you when you cry? Does he let you tell him all your favo

LDKS #3

Kali ini I'll post kegiatan-kegiatan sesudah games. Enjoy it :) Me after taking a bath :)     Atas: Tante Novi (Mamanya Rafi) ; Left - Right: Me (Nita), Asti, Gia, Emak (Bu Lusi, wali kelas X-2), Tasha ; Depan: Atika Mereka yang telah mengurusi X-2 selama LDKS This is me, with my 'twins' :p LOL, orang-orang bilang muka kita tuh miriiiip banget. Well, ditambah rambut kita yang pendeknya sama, suka susah dibedain dari belakang. Anyway, namanya Nafta. Dia dulu sempet di Spore for a while, tapi sekarang udah balik lagi ke Indonesia. Nafta itu temen ekskul PMR dan kita emang udah deket banget. Dia kelas X-5 dan gue X-2. :) Nafta itu rumahnya ternyata deket banget sama gueee :O This is Tasha and Nafta. Fyi, Nafta itu temen pertamanya Tasha di 24. And I'm her 2nd friend :p Foto-foto ini diambil persis setelah gue sama Tasha selesai mandi. We should take a lot of pics, right? :p Ini temen seperjuangan gue, Fauzan Tripermana Putra a.k.a

Rising From the Ground

Sebagian dari doa gue udah terkabul. Yep I'm feeling blessed. Tuhan memang baik sekali, ya... kerikil-kerikil yang menghalangi langkah gue kini udah berhasil hilang satu per satu. Gue udah bisa balik menjadi Nita yang petakilan, nggak tahu malu, cerewet (walaupun masih tergolong pendiam yaa). Gue udah bisa membangun kembali dinding yang sempat roboh, kali ini pondasinya dibuat lebih kuat. Seperti post gue yang tentang Teratai, perlahan gue bisa seperti itu. Gue mulai bisa menunjukkan warna yang ada, memperlihatkan sifat gue yang sebenarnya. Gue bukan lagi bunglon yang gampang berubah warnanya. Gue unik. Kalian unik. Kita semua unik. Dan gue bangga itu. Gue bangga bisa bangkit dari kesedihan. Tuhan memang baik. Dia mendekatkan gue kepada orang-orang yang jauh lebih baik daripada dulu. Orang-orang yang ternyata mempunyai prinsip, pola pikir, dan sifat yang hampir mirip dengan gue. Sekalinya nggak cocok, justru bisa saling berargumentasi. Bagaimana dengan mereka yang suka menilai