Percaya pada mata, bukan pada mulut dengan kalimat yang diucapkan. Mulut bisa berbohong tetapi mata akan selalu mencerminkan kejujuran.
Detik ini,
Otak gue berpikir keras dengan berbagai macam pemikiran, segala bentuk kemungkinan, perhitungan, dan embel-embel lainnya. Untuk membuat hati menjadi objektif, tidak selalu memendam perasaan dendam, marah, sedih, patah hati, iri, dengki, dan penyakit hati lainnya. Aneh rasanya, ketika berperang dengan diri sendiri. Melawan rasa irrasional agar menjadi rasional, merubah subjektivitas menjadi objektivitas, memaafkan kesalahan terbesar orang-orang, dan berusaha membenci namun sebenarnya mencintai.
Halah, ucapan yang hanya diungkapkan anak ingusan.
Musuh yang paling besar bukan berasal dari orang lain, tetapi berasal dari sendiri. Orang hebat bukan orang yang berhasil mengalahkan orang lain, tetapi orang yang berhasil memenangkan peperangan egosentris dari diri sendiri. Susah rasanya merubah perasaan ini, padahal otak sudah berteriak, "JANGAN!"
Bagaimana bisa gue mendepaknya? Karena dia, gue menyadari keironisan sempurna. Rasa ingin pergi namun ada juga rasa ingin menetap. Dia seperti angin, menyejukkan ketika berhembus pelan namun malapetaka ketika berhembus kencang. Menagih rasa yang mendebarkan namun membawa kebencian ketika berjumpa.
Apa sebenarnya gue marah terhadap diri sendiri?
Gue harus bisa menang dari diri sendiri, jangan sampai kalah. Ayo, otak, jangan biarkan hati ini menang.
Comments
Post a Comment