Skip to main content

Ironisnya antara Damai dan Anarkis

Biasanya, pagi hari di Jakarta akan terasa macet, penuh polusi, dan kerumunan orang yang memenuhi antrian transportasi publik. Namun hari ini Jakarta terlihat berbeda dari biasanya. Jalanan yang biasanya macet berubah menjadi sepi, selayaknya jalanan kota Jakarta saat bulan Ramadhan. Memang terasa enak, mudah dan cepat untuk bepergian kemanapun, tapi suasana ricuh yang biasanya saya keluhkan kini menjadi sesuatu yang saya rindukan.


Hari ini, 4 November 2016, telah diadakan aksi demonstrasi terkait dengan dugaan gubernur DKI Jakarta yang melecehkan agama Islam. Tidak ada yang salah dengan demonstrasi, bukankah aksi tersebut adalah salah satu bentuk kemerdekaan negeri ini? Saya tidak menyalahkan siapapun dan saya berusaha tidak berpihak pada satu sisi, karena berpikir secara netral tanpa menyinggung salah satu sisi bukanlah hal yang mudah, dan bukannya saya tidak peduli (saya adalah bagian dari kota Jakarta, negara Indonesia), namun memang rasanya sulit untuk tidak bersikap kritis terhadap aksi hari ini.


Aksi "DAMAI" ini diselenggarakan besar-besaran di daerah segitiga emas Jakarta yaitu, mulai dari depan gedung DPR (tempat mereka pada akhirnya beristirahat sejenak, berdasarkan siaran langsung televisi yang saya lihat), hingga ke Monas, dan berpusat di depan Istana Negara. Bahkan tadi siang, jalan Sudirman pun dijaga aparat kepolisian agar tidak ada mobil ataupun bus yang melintas. Ironisnya, aksi tersebut pada akhirnya meninggalkan kesan damai karena massa mulai bersikap rusuh selepas Maghrib, dikarenakan alasan yang kurang masuk akal (menurut saya), yaitu: terprovokasi akibat barikade polisi mengahalangi mereka untuk memasuki kawasan istana. Tembakan gas air mata terdengar di antara lautan pengunjuk rasa yang berpakaian seperti umat Islam yang sedang merayakan perayaan tertentu, lengkap dengan peci, sorban, baju koko yang serba putih, hingga sarung.


Sekali lagi, bukannya saya berpihak pada Gubernur DKI Jakarta ataupun berpihak pada orang-orang yang menganggap Gubernur DKI Jakarta telah melecehkan agama, namun yang ingin saya bahas di sini adalah...

Bukankah berunjuk rasa yang berujung anarkis dengan pakaian islamis dapat mencemarkan nama baik agama Islam sendiri? Bersikap anarkis artinya lebih mengedepankan nafsu, dan bukankah nafsu hanya dimiliki hewan? Bukankah Tuhan telah menciptakan manusia dengan akal sehingga derajatnya lebih tinggi daripada hewan? Lantas, apa bedanya pengunjuk rasa yang berlaku anarkis dengan hewan? Yang patut disayangkan adalah, pengunjuk rasa mencemarkan nama Islam dengan menunjukkan kekerasan dibalut pakaian-pakaian itu, pakaian yang selayaknya dikenakan saat kita semua beribadah ke Masjid ataupun menghadiri pengajian.


Mungkin memang ada unsur politik yang terjadi di sini, mungkin para pengunjuk rasa adalah orang-orang yang mau dibayar untuk melakukan aksi ini, mungkin, mungkin, dan... mungkin. Siapa yang tahu apa yang sebenarnya terjadi? Well, (sekali lagi) mungkin hanya Tuhan, malaikat, dan setan yang tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini. Mbok ya, kalau memang ada unsur politik di sini, mohon agar pakaian yang dikenakan massa tidak terlalu mencerminkan suatu agama tertentu. Di mata dunia, Islam identik dengan terorisme dan kekerasan, lantas apakah kita semua ingin pandangan dunia akan Islam semakin bertambah buruk?

(Sekali lagi) mungkin bukan hanya Indonesia yang terkena dampaknya atas aksi unjuk rasa ini. Bagaimana jika berita ini sudah tersebar secara mendunia dan bagaiamana nasib para saudara/i muslim kita di luar negeri? Mereka sebagai kaum minoritas kebanyakan menjalani hidup dengan celaan dan pandangan negatif orang terhadap agama Islam.


Bagaimana kita bersikap, bertata krama, berperilaku, bukanlah berasal dari suatu agama tertentu, melainkan dari didikan kita. Saya yakin setiap agama apapun mengajarkan umatnya untuk menjunjung tinggi perdamaian dan kebaikan, bukan sebaliknya. Jika disandingkan dengan contoh lain, bagaimana jika kalian yang menganut agama Buddha, melihat para penganut agama Buddha melakukan aksi anarkis yang berbanding terbalik dengan prinsip damai yang selama ini disebarkan oleh Sidharta Gautama?

Aksi "Damai", pakaian serba islamis, dan berujung anarkis. Sudah banyak keironisan yang terjadi hari ini. Walaupun katanya secara keseluruhan aksi unjuk rasa tersebut berlangsung kondusif. "Katanya..."

Ironis.

Di mana letak "Bhinneka Tunggal Ika" yang selama ini kita junjung?


Spread LOVE.

(Photo source: google & tumblr)

Comments

Popular posts from this blog

GIVE. and. TAKE.

GIVE and TAKE. Kata-kata yang terus saya ingat sejak kecil. Yup. Mama memang sering banget mengatakan ini. Saya memang sempat bingung dengan makna kata ini. Tapi, seiring berjalannya waktu, seiring dengan saya yang tumbuh dan berkembang... I think I get it. Menurut saya... Makna Give and Take adalah... Kita diciptakan sebagai manusia itu tidak sempurna. Setiap individu pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri. Dan kita itu adalah makhluk sosial, selalu ingin bergaul dan bermasyarakat, zoon politicon kata Aristoteles. Manusia itu diciptakan untuk saling melengkapi kekurangannya. Lalu pertanyaannya adalah bagaimana cara kita semua saling melengkapi kekurangan masing-masing? Jawabannya adalah, GIVE. Coba deh, kita jangan selalu melihat ke atas. Coba lihat orang-orang yang mempunyai kekurangan dari kita. Baik kekurangan fisik, materi, apalah itu. Dengan begitu, kita pasti jadi lebih bersyukur sama apa yang kita punya. Karena itu pula, kita dengan tulus pasti akan m...

Renungan di Minggu Kelabu

Saya takut untuk menghadapinya, tapi saya tidak bisa berlari untuk kabur. Bukan tidak bisa sebenarnya, tetapi tidak boleh. Selama bertahun-tahun saya terus berlari tanpa tujuan, mencari kedamaian, namun seiring saya berlari semakin kedamaian itu berlari menjauhi saya. Saya seharusnya bersyukur karena hidup saya dikelilingi oleh orang-orang yang peduli dan sayang terhadap saya. Namun, mengapa saya masih merindukan rasa sayang jauh di lubuk hati? Selama ini saya yakin jika tempaan ini diibaratkan batu kasar yang sedang dipoles agar menjadi berlian yang indah nantinya. Sakit!!! Sering sekali saya merintih kesakitan akibat polesan itu, dan beberapa kali saya berusaha kabur agar tidak dipoles. Pantas saja, berlian itu tak kunjung terlihat. Iya, saya yakin nantinya saya akan menjadi berlian... Suatu hari nanti. Entah kapan. Dia mengatakan saya tidak seharusnya terus berlari seperti sekarang. Saya harus bertahan di tengah rintihan akibat polesan, apapun yang terjadi. Dia mengatakan saya ha...

Penikmat Hujan

Langit Jakarta kian hari semakin menunjukkan kesedihannya. Matahari jarang menampakkan wujudnya dan angin berhembus lembut hingga terkadang rasanya seperti menusuk tulang. Gumpalan awan kelabu hilir mudik dengan percaya diri, tanpa mempedulikan para manusia yang mulai berlarian untuk melindungi diri. Hiruk-pikuk kota ini semakin riuh dengan rintikkan hujan yang hampir setiap sore menghujani daerah ini. Kapan terakhir kali saya (bahkan anda) mengajak hujan bermain? Sudah lama sepertinya... Kita semua dulu bermain hujan sebelum menyadari kalau dunia itu penuh kepura-puraan, tertawa lebar tanpa perlu takut penilaian orang lain, berlari dengan kaus kutang tanpa perlu merasa khawatir, mencuri-curi untuk makan permen sebanyak-banyaknya, hingga menangis karena terjatuh akibat kerikil kecil. Oh, dunia terasa indah ketika kita masih lugu. Tidak ada kebencian, tidak ada caci-maki, tidak mengenal perasaan aneh terhadap lawan jenis, yang ada hanya... Persahabatan dan kasih sayang. Saya rindu ...

Give and Take

What happens to teenager this day? What happens to Indonesian culture about polite, manner, and grace? It's so pathethic that now we rarely see it in our life. Let's take the easiest samples: 1. Menyela pembicaraan orang. 2. Make fun, laugh, yawn, stared hatefully toward the elders (it can be your lecturer or even your parent). 3. Being ignorance, arrogant. 4. This may be the simpliest sample of all... keluar / masuk ruangan tanpa ijin, main kabur,padahal sebenarnya bisa ijin dulu. etc. Some of the examples above are actually based on my observation in actual life. But then the question is: Can we live without polite, manner, and grace? Sekarang coba kalau dibalik. Kita jadi orang yang mendapatkan perlakuan yang tidak sopan. You feel uncomfortable, angry, sad, and insecure, don't you? Is that good? How can we have polite, manner, and grace? Well, I'm kind of person that believe in "Give and Take". Give and take is actually hands that help each oth...

My Life Among Homicide and Drama Series

So let's talk about Bones, Castle, CSI, and NCIS. I was raised with th ese tv shows. Dari jaman SD sampai sekarang these are my guilty pleasure. Well, never get tired of them. Each stories have unique plots and twists, also with love story in it. These are some things that I learn from the shows: 1. NEVER TRUST ANYBODY BUT YOURSELF, and the evidences of course. In every stories, there must be the moles in it. 2. Your office partner can be your... lover. Ha, so cheesy, I know. It only happens in the tv shows. Caskett (Castle and Beckett, from Castle, is absolutely my favorite couple among all.) 3. Use cash instead of credit card so you can't be tracked. 4. Learn martial art so you can self defense in case of some terrible moments. 5. May sound weird but.... these shows make me paranoid about using lipstick. Kebayangnya jadi keracunan kalo pake lipstick karena bahan kimia di dalamnya, wth. 6. In the shows... being a police, or a forensic team, or the investigator are qui...