Alhamdulillah, 2017 is soon to be over! Rasanya bersyukur dan senang banget ternyata mayoritas Resolusi 2017 yang ditulis di akhir tahun 2016 kemarin sudah jadi kenyataan.
Kehidupan perkuliahan itu sulit, serius. Apapun jurusan kamu, semua ada ups and downs nya. Gue yang sudah hampir menjadi mahasiswa angkatan tua, ngerasain banget jenuh-jenuhnya. Kasarnya, kalau bisa nikah sama pengusaha kaya raya mending langsung nikah, deh. Tapi... hidup itu nggak sepenuhnya kaya drama Korea. Let it flow, nikmati saja arusnya.
Gue yang sekarang di semester 5, semakin mendengar desas-desus tentang diri gue sendiri di kampus. "Cuma modal muka", "dia nggak pinter, cuma dia deketin dosen biar nilai bagus", "gue gasuka sama Nita", dan tetek-bengek lainnya. Normal, namanya hidup itu penuh pro dan kontra. Sebenarnya gue sudah mendengar ini sejak gue di semester 1, sih, tapi makin ke sini semakin kelihatan siapa saja orang-orangnya.
Bahkan, beberapa orang sudah membuat gue kecewa. Di antara keluarga, maupun di lingkup pergaulan. Beberapa orang yang gue harapkan akan selalu berada di sisi, mendukung langkah, dan mau memeluk gue malah bertingkah sebaliknya. Ada saatnya ketika orang hanya butuh dipeluk dan disemangati, bukan dinasehati dan dikucilkan. Maksudnya, bukan dijadikan sebagai outcast di pergaulan.
Gue sempat mengalami depresi di pertengahan 2017. Bisa dikatakan, gue itu moody banget. Nggak tahu apa itu seasonal, atau memang di setiap kesempatan gue moody. Menurut gue, sih, gue hanya menjadi moody b**** menyebalkan di saat gue merasa tertekan. Maksudnya, ketika gue melakukan sesuatu yang awalnya merupakan "hobi" gue, tapi akhirannya malah dituntut untuk menghasilkan sesuatu yang lebih. Semacam ada paksaan dan harapan yang diberikan orang lain untuk gue. Atau mungkin itu hanya ada di benak gue. Hmmm... Mungkin itu salah satu kekurangan menjadi perfeksionis, selalu merasa harus menjadi sempurna. Seperti boneka Barbie yang dipoles.
Gue sadar, manusia itu tidak ada yang sempurna. Kelebihan seseorang itu diciptakan untuk menutupi kekurangannya. Tapi, terkadang gue memang tidak bisa mengendalikan emosi gue sendiri. Terlalu takut untuk gagal, terlalu meratapi kekurangan gue, dan takut dicampakkan dunia. Ya, gue sadar telah berbuat kesalahan.
Lalu, kesalahahan terbesar lainnya saat gue mengalami masa-masa down adalah... gue berharap dengan orang lain. Seharusnya, gue hanya harus berharap dengan diri gue sendiri dan Tuhan. Rasanya kian hari gue semakin menjadi realistis di beberapa hal, salah satunya tentang pergaulan, teman, dan cinta. Ironis, manusia dikatakan sebagai makhluk sosial tapi sebenarnya hanya membentuk hubungan simbiosis mutualisme. Hanya mencari keuntungan dari orang lain, begitu tidak bisa mendapatkan keuntungan lagi, akan dibuang begitu saja. Habis manis sepah dibuang. Di tahun 2017, gue sadar tidak ada yang namanya ketulusan. Bahkan, kata dosen gue sendiri semua hal itu punya motif. Jadi bisa saja diartikan orang yang tulus itu sebenarnya berkutat agar motifnya tidak terlihat oleh orang lain. Orang yang sudah dikenal saja bisa berubah menjadi brengsek, bagaimana dengan orang asing?
Katanya, masa-masa indah bersama teman itu paling enak di masa menimba ilmu. Katanya, begitu kita terjun ke dunia kerja, bahkan kawan bisa menjadi lawan. Entah mengkhianati, atau dikhianati. Miris, karena sebentar lagi gue akan mengalami hal itu. Miris lagi, rasanya semakin dewasa semakin malas untuk berbaur dengan orang lain. Sekarang gue lebih memilih untuk mencari kebahagiaan untuk diri gue sendiri, bermain aman dengan tidak memberikan kasih sayang terhadap teman (kecuali keluarga), melihat objektif, mencegah tersakiti agar tidak disakiti. Sepertinya, manusia yang sudah eneg sama dunia itu semakin lama semakin individualis, ya?
Anyway, selain kejelekan-keburukan-memori aneh-pengalaman nyentrik yang gue rasakan selama di tahun 2017, ternyata gue sudah melakukan beberapa hal yang tergolong berfaedah.
This will be my 2017's highlights, alias beberapa hal faedah yang terjadi:
1. Terpilih jadi Duta Kampus.
2. Tiba-tiba masuk acara Ini Talkshow.
3. Terpilih jadi salah satu Mahasiswa Berprestasi internal.
4. Memenangkan juara essay internal 2 tahun berturut-turut.
5. Dipercaya menjadi mentor angkatan 2017.
6. Dipercaya menjadi asisten dosen MK 1.
7. Ikut lomba analisis manajemen tingkat nasional di PWT.
8. Jadi MC dadakan untuk pelepasan rektor.
9. Dipercaya menjadi KA Dep. Pend. BEM 2018.
10. Berhasil diet 1 bulan full, tapi masih harus turunin BB. Huft.
11. Dapat projek pertama sebagai mural artist, gaji pertama yang tergolong besar buat anak kuliahan.
12. Ikut NUDC (National University Debate Competition).
13. Ikut lomba debat internal.
14. Nambah teman dengan anak-anak studi banding dari Jepang.
15. Masih punya kualitas lomba pidato bahasa Inggris, lol.
16. Perkembangan bahasa Belanda yang signifikan.
17. Perayaan ultah 4 part, omg.
18. Jadi pembicara waktu angkatan 2017 ospek.
19. Jadi pembicara waktu faculty day FEB.
Sejauh ini, list itu yang gue ingat dan lagi gue catat di jurnal pribadi (diary). YUPPPP, I am 20 and still write diary! :)
Dari 19 list itu, jujur aja perjuangan yang harua gue tempuh untuk meraih 19 list itu nggak semudah membalikkan telapak tangan, loh. Gue memang nggak pintar, tapi nggak bodoh juga. Bisa dikatakan gue itu menjadi seperti apa yang kalian lihat, karena merasa malu sama nilai UN Matematika gue waktu SMA dulu. Keluarga gue menomor satukan pendidikan, yang artinya gue harus selalu menjadi kategori top. Entah ada setan apa sewaktu gue di SMA dulu, nilai gue turun banget. Beda dari jaman gue SD dan SMP (mungkin karena pas SMA kehilangan inspirasi?). Karena merasa udah mencoreng nama keluarga, gue sudah bertekad kuliah akan menjadi awal yang baru bagi Nita Indra Saphira.
Dari yang gue sebutkan, keluarga gue itu tergolong keras didikannya. Waktu SMP, gue pernah ikut lomba OSN, tapi terpaksa harus mengundurkan diri gara-gara nilai UTS PKn gue 6. Dua guru sama satu wakil kepsek sampai rela datang jauh-jauh dari Kebayoran Baru ke Bendungan Hilir, hanya untuk membujuk orang tua gue supaya gue diizinkan untuk melanjutkan lomba. PADAHAL MASIH UTS, dan ini satu hal yang masih membebani diri gue sampai sekarang. Lol. Keluarga gue juga salah satu keluarga yang masih menganut tata krama Jawa dan ajaran-ajaran ketat lainnya, seperti:
1. Pulang maksimal jam 6, kecuali macet.
2. Boleh keluar kota, asal jelas tujuannya.
3. Pulang boleh larut, asal masih dalam kategori acara keluarga atau kongkow bareng saudara.
4. Makan bersama keluarga itu wajib, nggak ada yang makan sendiri.
5. Belajar till drop.
6. Nasehat non stop 24/7, bahkan dari hal terkecil pun bakal dinasehatin.
7. Etika makan-minum. Nggak boleh makan sambil berbicara, mengeluarkan bunyi mengecap, suara sendok tidak beradu dengan piring.
8. Nggak pakai rok di atas lutut, baju tanpa lengan masih diperbolehkan. Tapi mungkin gue yang norak kali, ya, nggak betah pakai baju minimalis karena dingin.
9. Boleh pulang larut, asal sama temen yang udah dianggap keluarga. Di kasus ini, teman SD dan SMP.
Serius, keluarga gue adalah tipe keluarga yang akan menarik gue dari berbagai macam aktivitas kalau nilai gue turun dan mewajibkan gue untuk me time bersama keluarga. Jadi tugas gue adalah, kalau gue mau mendapatkan ilmu akademik, prestasi kompetisi, waktu bersama keluarga, ataupun kehidupan sosial, gue harus menyeimbangkan semuanya. Biasanya, yang jadi korban adalah jam tidur, jam makan, dan jam me time. Gue dari dulu sudah terbiasa untuk melanjutkan kewajiban gue sebagai pelajar begitu gue selesai bersosialisasi hilir mudik ke sana-sini, entah berama teman atau bersama keluarga. Gue memilih untuk tidak tidur untuk menyelesaikan sesuatu daripada gue bablas tidur, tapi resikonya gue jadi blank di sore hari. Gue berkali-kali dikunci di teras rumah semalaman penuh karena pulang telat, dan harus tidur di kursi kayu pakai baju luaran yang dijadikan selimut (plus, pakai kaos kaki biar nggak digigit nyamuk), tapi besoknya harus kembali menimba ilmu. Kalau dikejar tugas dan masih dikunciin, mau nggak mau ngerjain tugas di minimarket dekat rumah. Belum lagi waktu gue yang terganggu karena harus menjaga keponakan, mengurus perintilan rumah, atau hal-hal keluarga lainnya.
Kehidupan setiap orang itu berbeda-beda, dan ini hanya sedikit penggalan yang gue rasakan selama ini. Mungkin beberapa tulisan ini ditujukan untuk orang-orang yang kontra dengan gue, supaya bisa melihat sisi lain gue yang nggak terlihat selama ini.
Oh, satu hal lagi yang harus gue syukuri di akhir 2017. Dia. Dia. Dia.
Now, I'm welcoming 2018!! Bye, bad memories!
Tertanda,
Young lady yang berusaha menyeimbangkan semuanya.
Comments
Post a Comment