***
Aku memang hanya anak kota.
Dibesarkan di antara gedung tak bermuara.
Dikelilingi hiruk pikuk yang membuat sengsara.
Jarang sepi dan dipenuhi suara.
Sulit tatap rembulan di malam.
Hingga sinar jingga matahari terbenam.
Bersua dengan bintang pun tak bisa hingga tenggelam.
Anak gedung, itu kata mereka.
Benar, karena hanya dikelilingi pualam dan kaca.
Katanya, sulit untuk merasa peka.
Dengan kondisi sekitar nun membuat buta.
Aku memang anak kota,
Terlalu dimanja dan ditunjang hidupnya.
Mudah bepergian dan berkelana.
Dan terkadang egois dan pelupa.
Bahwa sebenarnya kita hanyalah manusia.
Seonggok daging bernyawa,
Bukankah itu adalah kita?
Ironis bagaimana hidup itu punya kelas.
Disaat yang satu bekerja, yang lainnya tidur pulas.
Disaat yang satu berdagang, yang lainnya berada di kelas.
Disaat yang satu ingin belajar, yang lainnya merasa malas.
Anak kota mungkin memang penuh dosa.
Hidup menikmati dunia mengangkasa.
Seakan-akan memiliki antariksa.
Acuh padahal sebangsa.
Berucap dengan bisa,
Hingga membuat orang berbusa.
Intinya... menjadi berkuasa.
***
Semoga nanti kita bersua lagi, ya. Kakak mau bantu kamu, kakak mau jadi kakak kamu. Belajar, supaya hidupmu bisa bahagia. Bermimpilah, jangan takut untuk terbangun.
Comments
Post a Comment