Hari ini tepat kepergianmu, bukan?
Tak terasa 4 tahun berlalu sejak kamu pergi karena rasanya kamu masih selalu hadir di dalam hidupku.
Kamu tahu? Aku baik-baik saja di sini, walaupun terkadang aku masih mengingatmu. Asal kamu tahu, aku tak pernah berhenti merindukanmu. Wajah tampanmu selalu terbayang di ingatanku, tubuh tinggimu selalu terngiang setiap kali kami membicarakanmu. Sama seperti dulu, aku tidak pernah berhenti menyayangimu.
Andai waktu bisa diputar kembali, andai saja ada kesempatan kedua, dan andai kamu berada di sini... di Jakarta, kuharap aku dan kamu dapat kembali dekat. Aku menyesal karena kita tidak pernah terikat secara batin sebelumnya. Ah, buat apa aku berucap seperti itu? Penyesalan memang selalu datang terakhir, bukan? Terkadang penyesalan itu dapat diperbaiki di masa depan.. tetapi ini? Mustahil. Penyesalan ini kian menghantuiku.
Kita tidak pernah mempunyai waktu untuk saling mendekatkan diri tetapi aku ingat masa-masa kecil kita. Saat bermain sepak bola ala kampung di halaman rumah nenek hingga matahari ingin berpamit, bertelanjang kaki tanpa peduli betapa banyak bakteri yang berada di kaki kita dan tanpa peduli aturan sepak bola yang sesungguhnya. Bersepeda mengelilingi komplek rumah, berboncengan seraya melebarkan tanganku seolah-olah kamu membawaku terbang. Beramai-ramai membuat mahkota dari ranting pepohonan dan berpura-pura memiliki sebuah kerajaan. Ya, kerajaan kita semua saat itu, anak kecil ingusan yang masih menganggap bahwa dunia itu baik.
Oh, betapa aku benci akan sebuah perpisahan.
Betapa ingin kubutakan pikiranku dan selalu beranggapan bahwa kamu, aku, mereka... kita semua abadi. Tidak akan terpisahkan dan hidup bahagia bersama.
Cih, andai aku bisa menjadi naif seperti itu. Naif yang bodoh, memang.
Untuk kamu, A...
Kuharap kita bisa bertemu lagi nanti. Bermain sepak bola lagi, mungkin? Semoga kamu tidak akan pernah melupakanku selayaknya aku selalu ingat tentangmu. Saat waktunya tiba, cobalah kembali padaku. Untuk sementara ini, tak bisakah kau menghampiriku setiap malam di dalam mimpiku?
A, kamu selalu hidup di dalam benakku. Kamu harus berjanji, kamu tidak akan pernah merasa khawatir terhadapku dan orang-orang lain yang peduli padamu.
Aku selalu berdoa untukmu, sayang.
Semoga kamu beristirahat dengan tenang di sana...
Sampai jumpa lagi saudaraku, Antariksa Hening Satoto Indrayana Danishwara.
Comments
Post a Comment