Jika dianalogikan, kamu adalah merah senja dan aku adalah biru langit.
Kita saling menatap, berputar dalam siklus yang tetap.
Walaupun kita berada di horizon yang sama, kamu... aku... kita... terbatas oleh waktu.
Kamu tiba di saat sinar mentari padam, dan aku tak mungkin tiba di dalam malam.
Oh, merah senja...
Apa kamu berharap bisa berjumpa denganku?
Layaknya aku bermimpi tentangmu?
Kita memang selalu berjumpa saat langit menjadi nila.
Tapi kita tak pernah bersapa.
Singkatnya waktu menghalangi kita untuk bertemu.
Tak bisa bercengkrama, berkenalan pun tak mampu.
Aku adalah si biru langit...
Yang selalu menanti kamu, merah senja, di horizon.
Comments
Post a Comment