One day,
Gue pulang sekolah naik Kopaja 19 menuju Bendungan Hilir. I was sitting at the back seat.. Paling belakang, yang deket pintu belakang, a.k.a deketan sama Keneknya (cie.. cie.. cie..).
Hmm, but that's not the story I want to tell you...
In the middle of Keheningan yang canggung, dikelilingi lautan mobil yang berhenti total, klakson mobil dimana-mana ditambah dengan polusi kendaraan bermotor, berhiaskan pemandangan FX, suddenly...
"SMA, dek?" sang Kenek membuka topik pembicaraan.
Gue: *ngangguk, sambil sedikit tersenyum*
Kenek: "SMA mana, dek?"
Gue: "24"
Kenek: "Ohh, di Senayan itu, kan? Mau kuliah dimana?"
Gue: *Astagfirullah, selalu dikira kelas XII atau udah kuliah. Asdfghjkl* *sabar* *elus dada* "Masih kelas X, hehe."
Kenek: *tampang kaget dan sedikit bersalah* "Ohh, belajar yang pinter ya, Dek. Anak saya baru lulus tahun kemarin dari UI."
Gue: "Oh ya?"
Kenek: "Iya, alhamdulillah yang pertama lulusan UI. Yang kedua seumuran Adek."
Gue: "Kantornya dimana, Pak?"
Kenek: *dengan nada bangga ala orang tua* "Alhamdulillah sudah keterima di Sudirman" (Lupa kerja apa dan sebagai apa, yang jelas jabatannya lumayan).
Sang Kenek pun melanjutkan, "SMA jangan pikirin cowok, dek. Sekalinya cowok, bakal susah untuk fokus sekolah. Adek masih muda, belajar yang bener-bener."
Gue: *Snap. Langsung kena sasaran* "Haha iya, Pak." (Maklum yaa, sering galauin Harry Styles yang jarang telpon).
Kenek: "Kalo sekolah Adek ancur, kasian orangtuanya. Udah biayain mahal-mahal, perjuangin supaya Adek sukses, tapi malah gagal. Saya memang cuma lulusan SMP, tapi alhamdulillah setidaknya saya bisa baca-hitung. Saya ngga mau anak saya senasib sama saya, Dek. Makanya Adek bersyukur, ya."
Gue: "Iya, Pak." (Disini hati ini tersentuh.)
Ketika gue turun di Sudirman dan menelusuri trotoar untuk balik ke rumah, gue merenungkan kata-kata Kenek Kopaja itu.
Kalau dilihat, gue memang sering banget ngeluh ini-itu. Minta dibeliin ini-itu. But, hidup itu jangan terus melihat ke atas, lihatlah kebawah.
Alhamdulillah selama ini Mama bisa menyekolahkan gue di sekolah-sekolah idaman. Sekolah yang aman, nyaman, dan tentram. Gue masih bisa bersekolah memakai seragam putih bersih yang baru, sepatu yang masih bagus, tas sekolah yang kuat, dan buku-buku penunjang yang rajin dibelikan untuk gue pelajari dirumah.
Fasilitas hidup gue selama ini udah melebihi cukup. Kakak-kakak yang masa depannya cerah, Mama yang super-duper sabar menghadapi gue, rumah yang nyaman, boneka-boneka kesayangan yang ada ditempat tidur, koleksi novel yang bisa kutambah kapanpun, makanan yang bergizi...
Sedangkan mereka? Ya Allah, belum tentu semua itu bisa terwujud... :(
Sementara gue suka ngga mau masuk sekolah, sedangkan mereka terus berusaha agar dapat menginjakkan kaki di sekolah.
Disaat gue menyisakan makanan di piring, mereka mengais-ngais segala tempat untuk mengganjal perut.
Pak Kenek, Anda telah mengajarkan Saya sebuah pelajaran hari itu. Terimakasih, Pak untuk menyadarkan saya agar menjadi anak yang rajin. Terimakasih, Pak, karena Anda secara tak langsung telah memotivasi pemuda Indonesia agar terus berjuang meraih cita-citanya.
Mungkin cerita seperti Pak Kenek sudah ditemui dimana-mana dan udah so last year, but trust me... once you meet the person secara langsung, feels-nya langsung terasa.
:)
Gue pulang sekolah naik Kopaja 19 menuju Bendungan Hilir. I was sitting at the back seat.. Paling belakang, yang deket pintu belakang, a.k.a deketan sama Keneknya (cie.. cie.. cie..).
Hmm, but that's not the story I want to tell you...
In the middle of Keheningan yang canggung, dikelilingi lautan mobil yang berhenti total, klakson mobil dimana-mana ditambah dengan polusi kendaraan bermotor, berhiaskan pemandangan FX, suddenly...
"SMA, dek?" sang Kenek membuka topik pembicaraan.
Gue: *ngangguk, sambil sedikit tersenyum*
Kenek: "SMA mana, dek?"
Gue: "24"
Kenek: "Ohh, di Senayan itu, kan? Mau kuliah dimana?"
Gue: *Astagfirullah, selalu dikira kelas XII atau udah kuliah. Asdfghjkl* *sabar* *elus dada* "Masih kelas X, hehe."
Kenek: *tampang kaget dan sedikit bersalah* "Ohh, belajar yang pinter ya, Dek. Anak saya baru lulus tahun kemarin dari UI."
Gue: "Oh ya?"
Kenek: "Iya, alhamdulillah yang pertama lulusan UI. Yang kedua seumuran Adek."
Gue: "Kantornya dimana, Pak?"
Kenek: *dengan nada bangga ala orang tua* "Alhamdulillah sudah keterima di Sudirman" (Lupa kerja apa dan sebagai apa, yang jelas jabatannya lumayan).
Sang Kenek pun melanjutkan, "SMA jangan pikirin cowok, dek. Sekalinya cowok, bakal susah untuk fokus sekolah. Adek masih muda, belajar yang bener-bener."
Gue: *Snap. Langsung kena sasaran* "Haha iya, Pak." (Maklum yaa, sering galauin Harry Styles yang jarang telpon).
Kenek: "Kalo sekolah Adek ancur, kasian orangtuanya. Udah biayain mahal-mahal, perjuangin supaya Adek sukses, tapi malah gagal. Saya memang cuma lulusan SMP, tapi alhamdulillah setidaknya saya bisa baca-hitung. Saya ngga mau anak saya senasib sama saya, Dek. Makanya Adek bersyukur, ya."
Gue: "Iya, Pak." (Disini hati ini tersentuh.)
Ketika gue turun di Sudirman dan menelusuri trotoar untuk balik ke rumah, gue merenungkan kata-kata Kenek Kopaja itu.
Kalau dilihat, gue memang sering banget ngeluh ini-itu. Minta dibeliin ini-itu. But, hidup itu jangan terus melihat ke atas, lihatlah kebawah.
Alhamdulillah selama ini Mama bisa menyekolahkan gue di sekolah-sekolah idaman. Sekolah yang aman, nyaman, dan tentram. Gue masih bisa bersekolah memakai seragam putih bersih yang baru, sepatu yang masih bagus, tas sekolah yang kuat, dan buku-buku penunjang yang rajin dibelikan untuk gue pelajari dirumah.
Fasilitas hidup gue selama ini udah melebihi cukup. Kakak-kakak yang masa depannya cerah, Mama yang super-duper sabar menghadapi gue, rumah yang nyaman, boneka-boneka kesayangan yang ada ditempat tidur, koleksi novel yang bisa kutambah kapanpun, makanan yang bergizi...
Sedangkan mereka? Ya Allah, belum tentu semua itu bisa terwujud... :(
Sementara gue suka ngga mau masuk sekolah, sedangkan mereka terus berusaha agar dapat menginjakkan kaki di sekolah.
Disaat gue menyisakan makanan di piring, mereka mengais-ngais segala tempat untuk mengganjal perut.
Pak Kenek, Anda telah mengajarkan Saya sebuah pelajaran hari itu. Terimakasih, Pak untuk menyadarkan saya agar menjadi anak yang rajin. Terimakasih, Pak, karena Anda secara tak langsung telah memotivasi pemuda Indonesia agar terus berjuang meraih cita-citanya.
Mungkin cerita seperti Pak Kenek sudah ditemui dimana-mana dan udah so last year, but trust me... once you meet the person secara langsung, feels-nya langsung terasa.
:)
Comments
Post a Comment