Kali ini topik pembicaraannya dialami oleh gue dan nyokap. Di suatu Rabu sore, gue lagi tidur-tiduran mau bobo manis dengan nyokap yang lagi dandan cantik didepan cermin.
Gue: "Ma..., UAS nanti katanya sekolah lagi usahain supaya Ac-nya nyala lagi, loh."
Nyokap: "Halah lebay kamu."
Gue: "Lahh, kan pengap Ma... Mending kalo ada kipas di dalem kelas, nah ini?"
Nyokap: "Kan bisa buka jendela-jendelanya. Allah udah ngasi Ac alam untuk kita yang lebih sehat daripada Ac."
Gue: "Yaaa...., kan tetep aja, Maaa..."
Nyokap: "Kamu lebay banget sih. Kamu itu termasuk beruntung, bisa sekolah ditempat yang bagus, di meja-kursi. Coba bandingin sama anak-anak yang belajar di bawah jembatan? Generasi kamu itu terlalu di manja, jadi cuma masalah Ac aja jadi diperbesar. Anak-anak yang kurang beruntung dari kamu, mereka tetep semangat belajar. Padahal mereka lebih ngerasain penderitaannya. Panas-panas, gelap. Mama yakin mereka yang belajar dalam kondisi lebih buruk dari kalian itu ilmunya lebih pinter dari kalian yang protes cuma gara-gara Ac mati."
Hmm, gue kicep.
Mama is right. Selama ini kita selalu merasa kurang puas atas berkah yang diberikan-Nya untuk kita semua. Kita selalu mau A disaat kita punya B. Kita selalu mau dapat enak tanpa usaha, daripada susah-susah terlebih dahulu. Kita semua ingin yang instan.
Gue sore ini jadi lebih bersyukur atas nikmat yang sudah diberikan-Nya untuk gue. Okaay, wajarlah kalo kita complain sama Ac yang mati ini. Tapi..... What about them yang belajar ditengah-tengah kesusahan dan kegelapan kolong jembatan?
Dear God, thank you for caring me. Thank you because You gave me all Your gifts.
Comments
Post a Comment