Mungkin memang saya yang terlalu baik, saya yang bodoh, saya yang terlalu naif, dan saya yang selalu berpikir optimis. Semua ucapan orang yang memperingatkan agar selalu hati-hati... Saya abaikan. Saya mau tidak mau menerima semua resiko walaupun kini saya tahu rasanya.
Dunia itu kejam dan saya seharusnya tahu. Saya seharusnya mendengar setiap rambu yang ditujukan kepada saya.
Rasanya?
Marah. Sedih. Merasa bodoh. Semua menjadi satu.
Saya kini tahu seperti apa diri anda yang sesungguhnya. Anda.... bukan hanya seorang, tapi kumpulan orang yang sejenis. Hah, ternyata, wajah kalian pun bukan hanya dua. Namun terbagi menjadi seratus. Kalian dengan eloknya berganti wajah pada setiap orang. Ternyata, mulut manis kalian tidak semanis yang selama ini saya dengar. Mulut kalian memang manis di depan saya, tapi pahit di belakang saya. Ternyata, kalian bahkan kejam antar sesama kalian. Sangat tidak manusiawi.
Lalu,
Apakah saya masih pantas menyebut kalian manusia?
Kalian senang menyerang orang lain tetapi ironisnya, kalian juga berpura-pura menjadi yang diserang. Ditambah, orang-orang pun memercayai wajah malaikat dibalik sifat iblis yang kalian miliki.
Saya kini sadar.
Saya kini tahu.
Kalau semakin saya dewasa maka dunia akan semakin kejam.
Apalagi dengan makhluk-makhluk seperti kalian.
Yang semakin menguasai dunia.
Saya di sini sangat berterima kasih, berkat kalian saya menyadari kesalahan saya untuk percaya bahwa kalian mempunyai kesempatan kedua. Berkat kalian, saya tahu harus lebih berhati-hati kepada siapa saya berbicara.
Terima kasih, air mata yang sudah terbuang sia-sia karena kalian semua sudah menyadarkan saya.
Semoga Tuhan segera memberi hidayah-Nya kepada kalian semua, semoga aniaya yang kalian lakukan terhadap para korban segera dimaafkan. Saya hanya bisa mendoakan kalian semua.
Satu lagi....
Semoga wajah kalian bisa menyatu dan mulut kalian mampu menjadi manis.
Salam sayang,
Nita.
Ps: Saya menunggu kalian untuk menusuk saya dari depan.
Comments
Post a Comment