Skip to main content

Count Our Blessing

Menjadi seorang penulis itu memang aneh. Dikala bahagia, nggak ada satu inspirasi yang bisa dijadikan dasar untuk menulis. Waktu galau, marah, bete, inspirasi yang muncul langsung banyaaaak banget.

Nggak terasa, pertama kali gue menulis blog ini kira-kira dua tahun yang lalu. Waktu gue masih menjadi seorang junior yang sangat polos di bangku SMA. Hari demi hari pun berlalu hingga berganti tahun. Sekarang, gue udah menjadi siswi senior di SMA ini. Iya, SMA yang dulunya gue hina-hina karena nggak niat sama sekali untuk masuk di sekolah ini. Gue mencoba belajar untuk bersyukur dengan apa yang gue punya sekarang. Masih banyak anak Indonesia yang masih belum bisa bersekolah dengan layak, apa layak gue mengeluh bersekolah?

Tahun-tahun ini mungkin sangat berat untuk kita semua, the seniors, ya? Kita tinggal selangkah lagi untuk melepas seragam yang udah kita pakai selama bertahun-tahun. Dari mulai putih-merah, putih-biru, hingga sekarang... putih-abu. Mayoritas, sudah berumur 17th. Umur yang sudah dianggap legal dan dewasa. Usia yang dinilai sudah bisa bertanggung jawab atas apapun yang sudah dilakukan. Terasa banget kerja kerasnya sekarang...

Demi masa depan sukses.

Sekarang, walaupun belum terasa 'cinta' dengan sekolah ini, gue udah mulai merasa bakal kesepian, hening, sunyi, kalau berpisah dengan seluruh warga di sekolah ini. Yes, even the whiteboard! Gue yang sekarang sudah berbeda dari diri gue dua tahun yang lalu. Nggak ada kan, manusia yang nggak berubah? Gue yang sekarang lebih bisa membuka mata gue. Membuka mata untuk melihat ke bawah, ke orang-orang yang mungkin nasibnya tidak seberuntung gue. Mungkin selama ini kita hanya memandang ke atas, selalu meminta lebih, tidak pernah puas dengan apa yang sudah diberikan oleh Tuhan. Dia telah memberi petunjuk dengan kedua cerita ini.

Cerita #1
Baru beberapa hari yang lalu, gue pulang dari sekolah sekitar pukul 6 sore bersama teman gue, Tasha. Kita baru aja remedial matematika. Karena sudah sangat lelah akhirnya kita mau pulang naik taksi. Tasha yang rumahnya berada di daerah Tebet, entah kenapa mau gue hasut untuk naik taksi ke arah Bendungan Hilir, daerah rumah gue. Tapiiii, ya karena anak sekolah, kantong pas-pasan, akhirnya kita mau naik taksi dari depan Menpora aja, biar ongkosnya sama kaya naik ojeg dari rumah-sekolah atau sebaliknya.

Di tengah jalan, gue melihat ada seorang Ibu pemungut sampah yang baru saja mengelap keringatnya. Hati gue udah berpikir, "Apa ini orang yag diceritain Tasha?"

Sekilas flashback...
Tasha dulu pernah cerita, dia kalau nunggu dijemput sama orang tuanya suka melihat Ibu pemungut sampah. Awalnya mereka nggak saling kenal, sampai akhirnya mereka berbicara dan menjadi teman ngobrol setiap Tasha pulang dan menunggu dijemput. Tasha cerita, Ibu itu sangat baik. Beliau selalu tersenyum dan nggak terlihat seperti orang yang memohon belas kasihan kita untuk memberinya uang. Beliau juga nggak segan-segan untuk menawarkan Tasha minum, padahal minum itu adalah miliknya.

Bener juga, beliau tiba-tiba berteriak dan langsung menghampiri kita. "Natasha!"

Hati gue saat itu nggak tahu kenapa langsung berdesir.

"Wah, ada Ibu," ucap Tasha tertawa.

"Kamu baru pulang?" tanya si Ibu.

"Iya, nih. Aku abis ada urusan di sekolah, Bu," jawab Tasha.

"Kaki Ibu pegal, deh. Ibu habis balik jalan kaki dari SMA A****, jauh sekali. Tapi mau nggak mau Ibu harus jalan kaki. Lumayan ambil sampah di daerah sana bisa dapat 500. Nggak pernah gitu biasanya," ucap beliau tiba-tiba. "Demi anak biar bisa sekolah. Anak Ibu kan laki-laki, kasian kalau pendidikannya nggak tinggi bakal susah nanti."

"Iya, kasian ya, Bu, soalnya kan laki-laki. Calon pemimpin nantinya."

"Kalian mau nyebrang?" tanya beliau lagi.

"Nggak, kok, Bu. Kita nunggu taksi," jawab Tasha.

"Kalau begitu Ibu balik bersih-bersih lagi, ya," ucapnya senyum terus balik ke dekat gerobak sampahnya.

Hati gue disitu benar-benar terenyuh. Gue yang usianya masih dibilang masih sangat muda, bisa semudah itu kecapean dan memutuskan pulang dengan taksi. Beliau, yang sudah mempunyai anak, dan usianya melampaui usia gue, masih bisa bertahan jalan jauh walaupun capek demi pendidikan sang anak.

Cerita #2:
Cerita ini juga berlangsung di minggu ini, pas banget sekitar jam 6 sore juga, karena sehabis remedial.

Dari cerita sebelumnya gue merasa lenjeh banget jadi cewek, nggak tegar menghadapi dunia yang keras. Eh, taunya hari itu gue kembali menjadi cewek seperti itu. Yang nggak bersyukur dengan apa yang sudah diberi Tuhan.

Kali itu gue memutuskan pulang naik bis. Tapi... begitu ada ojeg yang menawarkan diri, gue langsung "Iyain".

Di perjalanan pulang beliau bertanya dalam bahasa Sunda, "Ade kelas berapa?"

Gue yang orang Solo, diajak ngomong Sunda-___- Bahasa Jawa aja kacau, lah ini diajak ngomong Sunda. "Maksud Bapak, saya kelas berapa, ya?" tebak gue. Dia tertawa dan mengiyakan. "Saya kelas 12, Pak."

"Wah, berarti sebentar lagi kuliah, ya?"

"Iya, Pak,"

"Ade mau ngelanjutin ke Amerika atau di UI?"

"Wah, Pak... saya mengejar beasiswa ke luar. Tapi kalau nggak kesampaian, insya Allah minimal di UI."

"Wah, luarnya kemana? Amerika atau Eropa, De?"

"Eropa, Pak. Tapi kalau dapat beasiswa yaa... Kalau bayar sendiri sih nggak, Pak."

"Ade belajarnya yang bener sekarang, biar nggak nyesel."

"Iya, Pak. Mohon doanya biar saya bisa mengejar cita-cita saya."

"Pastinya, De. Tapi ingat yaa.. Kalau udah keluar, jangan lupa balik ke Indonesia. Masih mau naik ojeg kaya sekarang gini."

Gue tertawa dan mengiyakan. 
***
Untuk yang kedua kalinya, hati gue terenyuh di minggu yang sama. Apa ini hanya kebetulan, atau memang isyarat dari Tuhan untuk gue? Isyarat untuk terus mengejar mimpi gue, dan untuk selalu bersyukur? The legend said, kalau untuk yang kedua kalinya bukan kebetulan. Is it true?

"Ya Tuhan, tolong kabulkanlah cita-cita anak Ibu pemungut sampah agar kelak beliau dapat menikmati jerih payah di usia mudanya... Jadikanlah anak itu sebagai anak yang berbakti kepada beliau...

Ya Tuhan, tolong panjangkan umur Ibu dan Bapak yang sudah Nita temui. Berilah mereka berkah, berilah mereka rezeki yang cukup, kuatkanlah mereka untuk menghadapi segala cobaan-Mu..

Ya Tuhan, tolong bantu Nita agar tegar menghadapi segala macam urusan. Agar Nita bisa mengejar mimpi-mimpi ini. Tolong jadikan Nita sebagai anak yang solehah, pandai bersyukur dengan apa yang sudah Engkau beri, dan dapat membanggakan Mama-Papa. Nita yakin, ini adalah siratan petunjuk dari-Mu... "

*Kedua cerita ini bukan mengada-ada. Cerita ini based on my true story. Semoga tulisan ini membawa hikmah kepada kalian yang membacanya agar terus ingat kepada Tuhan dan selalu bersyukur dengan apa yang sudah kita miliki.

Comments

Popular posts from this blog

Pancasila, Nasionalisme, dan Eyangkung

Mungkin Eyangkung (Eyang Kakung, Kakek dalam bahasa Jawa) benci disebut-sebut sebagai pahlawan. Tapi, memang kenyataannya begitu. Tidak akan ada Indonesia tanpa Eyangkung dan para pahlawan yang lain. Eyangkung saya bernama Eyang Toegijo Kartosandjojo, beliau lahir di Solo pada 17 Agustus 1919. Eyangkung bersekolah di Neutrale H. I. S Solo dan beliau berprestasi di sekolahnya. Karena prestasi itulah beliau dibebaskan dari les persiapab masuk M. U. L. O. dan pada akhirnya beliau berhasil masuk tanpa melalui tes ujian masuk. Sebagai cucu kesekian, saya sangat bangga mempunyai sosok Eyangkung. Karena beliau, saya selalu bersumpah akan membawa nama baik keluarga. Saya nggak mau menjelekkan nama baik keluarga besar, saya nggak mau dibilang, "cucu pahlawan kok seperti itu?" (Walaupun saya ini memang tergolong bandel sih, cuma bandelnya masih sebatas wajar). Walaupun beliau wafat setahun sebelum saya lahir, banyak cerita yang sudah saya dengar maupun foto-foto beliau yang saya l

The Art of Getting By

Hola! Ini mungkin adalah salah satu film favorit gue. Why? Karena pemerannya Emma Roberts sama Freddie Highmore. They're the best entertainers of all time. I watch this move like over a year ago, but still. I can remember it clearly. George ( Freddie Highmore ) is a fatalistic high school senior who is a gifted artist. George is often haunted by the realization that he will die someday. He ceases to complete his homework, as he feels that everything seems meaningless. As a result, he is put on academic probation. The next day, George goes up to the school roof and sees Sally ( Emma Roberts ) smoking. When a teacher comes up, George quickly pulls out a cigarette and takes the blame. Sally meets up with George to thank him, and though George is at first reluctant to talk to her, he soon warms up to her. On Career Day, George meets a young artist, Dustin and is inspired by his thoughts about life. He brings Sally with him to visit Dustin and it becomes appare

Butterfly, FLY AWAY

What do you see? Is it a butterfly? *** Mungkin menurut orang, binatang ini adalah yang paling cute, unyu, dan lovable banget. Tapi menurut gue..... Kupu-kupu sucks. Gue juga ngga ngerti kenapa gue itu jadi takut-jijik-illfeel gitu sama kupu-kupu. Sepertinya itu menular dari kakak gue juga....... Dulu gue sempet takut sama kupu-kupu. Terus tiba-tiba engga takut lagi gara-gara disuruh coba pegang sayapnya sama Mba Tita. Saat itu gue merasa kaya, "Ih wow, sayapnya alus bangeeettt. Jiplak lagi di tangan." Tapi..... ngga tau kenapa rasa untuk menghindari kupu-kupu kembali meruak ke permukaan. Perasaan itu pun masih terbenam di dalam hati gue. Kalo ada yang nanya