Apakah menjadi dewasa itu lebih mengedepankan emosi atau perasaan?
Apakah menjadi dewasa itu adalah selalu tentang mengalah terhadap yang lebih muda / tua, kendati sebenarnya dia lah yang benar?
Apakah menjadi dewasa itu lebih baik diam... Membisu agar jauh dari konflik, walaupun harga dirinya diinjak-injak?
Apakah pertengkaran antara sepasang orang dewasa itu rasanya menyenangkan?
Apakah dengan berteriak dan memaki satu sama lain adalah suatu kenikmatan sendiri untuk meluapkan emosi?
Apakah rasanya dunia itu terlalu kejam sehingga para orang dewasa sulit menahan emosi mereka?
Apakah mereka tidak tahu dampak pertengkaran itu terhadap orang lain?
Apakah mereka tidak tahu dampak pertengkaran itu terhadap diri mereka sendiri.
Sudahlah, masih banyak "apakah" lain yang ingin saya tuntut jawabannya.
Pertengkaran...
Sepertinya mereka menikmatinya. Yang saya tahu, pertengkaran adalah godaan iblis yang tidak mampu mereka bendung. Betapa bahagianya para iblis karena berhasil menyulut kemarahan para keturunan Adam dan Hawa. Dan.... oh, tidakkah mereka ingat jika ada kedua malaikat yang mencatat amal baik maupun buruk mereka? Ya Tuhan, tolong maafkanlah mereka semua yang bertengkar di bulan suci-Mu ini.
Saya takut melihat pertengkaran. Saya benci mendengar makian dengan rangkaian kata yang tidak senonoh itu. Saya benci akan efek pertengkaran terhadap diri saya sendiri, walaupun saya tidak terlibat di dalam pertengkaran itu. Jika dianalogikan dengan sudut pandang, saya adalah sudut pandang orang ke tiga. Saya berada di luar lingkaran mereka namun saya tahu pasti apa yang akan terjadi dengan mereka selanjutnya. Bukan karena saya yang menentukan alur ceritanya, tetapi karena saya yang menerima imbasnya.
Pertengkaran orang-orang di sekeliling saya membuat raga ini muak, sungguh. Seperti menjadi Dr. Jekyll and Mr. Hyde, kepribadian saya seolah terbagi dua. Bedanya... tidak ada peran antagonis di sini. Keduanya sama-sama protagonis dengan sifat yang bertolak belakang. Di satu sisi rasanya ingin berteriak hingga suara habis, menjerit agar mereka berhenti bertengkar, dan kabur sejauh-jauhnya mata memandang... Sedangkan di sisi lain, saya mensyukuri nasib-Nya dan selalu berusaha positif karena saya tahu, Tuhan tidak akan mencoba saya di luar batas kemampuan saya. Pertengkaran telah membuat saya merasa sendiri dan selalu bertanya-tanya, "Seperti apa dunia jika tidak ada yang bertengkar? Akankah dunia itu selalu penuh konflik?"
Mereka semua bertengkar, lantas mengapa?
Saya harus mulai berpikir untuk masa bodoh.
Saya harus meyakinkan diri jika ombas mereka bertengkar tidak akan terjadi pada saya.
Saya belum siap untuk menjadi dewasa tetapi perlahan -sadar atau tidak, saya menjadi dewasa setiap detiknya.
Apakah arti kedewasaan itu?
Apakah arti pertengkaran itu?
Adakah kalian para orang dewasa mampu menjawab saya?
Oh, apakah saya terlalu naif karena memandang pertengkaran hanyalah semata-mata karena godaan iblis semata?
Ah, entahlah.
Comments
Post a Comment